Senin, 31 Oktober 2011

Analisis Strategi Lingkungan External Internal Ancol

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan yang begitu cepat yang terjadi dalam lingkungan bisnis, menuntut setiap pelaku bisnis selalu memberikan perhatian dan respon terhadap lingkungannya, yang kemudian merumuskan strategi agar mampu mengantisipasi perubahan dan pencapaian tujuan perusahaan. Didasari atas pentingnya perumusan strategi, proses perumusan strategi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk menemukan strategi yang tepat bagi perusahaan. Rangkaian kegiatan yang diperlukan meliputi analisis lingkungan perusahaan, baik lingkungan internal maupun lingkungan ekstrnal untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dapat memperlancar ataupun menghambat perkembangan perusahaan. Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak pada semakin ketatnya persaingan dan semakin cepatnya terjadi perubahan pada lingkungan usaha. Barang-barang hasil produksi dalam negeri saat ini sudah harus langsung berkompetisi dengan produk-produk dari luar negeri, dan perusahaan harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya daur hidup produk, dan keuntungan yang didapat pun akan semakin rendah. Lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan perusahaan di Indonesia semakin bergejolak (turbulent), terutama sejak terjadinya krisis perekonomian dan perubahan pemerintahan berikut gejolak sosial di dalam negeri pada tahun 1997 . Apalagi dengan kondisi internal kebanyakan perusahaan yang memburuk dan bangkrutnya sebagian perusahaan, perhatian terhadap pengaruh dan dampak faktor-faktor lingkungan eksternal perusahaan yang bersifat makro menjadi sangat penting.
Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala nasional, regional maupun global. Sebagian dari dampak yang mereka timbulkan banyak terbukti telah mempengaruhi datangnya berbagai kesempatan usaha (business opportunities), tetapi banyak pula rekaman contoh kasus dari faktor eksternal ini yang menjadi kendala dalam berusaha (business threats and constraints).
Kita sering mendengar bagaimana perusahaan yang memiliki sistem organisasi yang baik dengan dukungan visi, misi dan rencana aksi business plan yang terencana tidak menjamin sukses dalam meraih laba. Bahkan banyak perusahaan ini mengalami penurunan dalam kinerja usahanya hanya karena kesalahan dalam menafsirkan skenario dan asumsi pengaruh lingkungan luar tersebut. Memasuki era liberalisasi dan globalisasi pada abad ke 21, para pimpinan perusahaan tidak dapat mengabaikan begitu saja perubahan-perubahan yang terjadi di sekeliling mereka, terutama jika mereka ingin meraih kemenangan.
Semakin kukuhnya gejala globalisasi pasar dunia yang dipengaruhi langsung oleh berbagai kebijakan liberalisasi perdagangan dan investasi di Asia Pasifik, banyak membuka kesempatan berusaha bagi produsen domestik dan investor modal asing. Meluasnya jaringan organisasi dan komunikasi perusahaan global beberapa tahun sebelum terjadinya krisis perekonomian dunia, terbukti telah memberikan berbagai kesempatan berusaha bagi perusahaan-perusahaan swasta domestik di Indonesia dalam bentuk kerjasama usaha patungan (joint ventures) dan waralaba (franchising).
Tetapi sebaliknya kita saksikan bagaimana perubahan lingkungan eksternal yang berjalan dengan sangat cepatnya, seperti kejadian penyerangan gedung kembar World Trade Center dan serbuan militer Amerika Serikat ke Irak, kemudian dalam sekejap memporak-porandakan keunggulan bersaing satu negara dalam pola perdagangan antar bangsa di dunia. Pengaruh buruk dampak lingkungan eksternal kadang-kadang bersifat terselubung, dan dengan kejamnya merenggut kedudukan keunggulan persaingan beberapa perusahaan domestik yang berskala kecil dan menengah.
Kita melihat bagaimana krisis perekonomian nasional yang dilanjutkan dengan berbagai krisis politik dan sosial sejak tahun 1998 pada kenyataannya telah merubah seluruh tatanan (paradigm) melakukan kegiatan berusaha dari perusahaan-perusahaan swasta nasional di negara kita. Tanpa disadari berbagai perubahan issue non-ekonomi, seperti peristiwa bom Bali, perselisihan antar kelompok etnis di Maluku dan Kalimantan Barat, sengketa wilayah Aceh dan tuntutan kelompok Gerakan Aceh Merdeka, huruhara Mei, semuanya telah mengganggu pencapaian kinerja perusahaan di Indonesia dalam jangka pendek. Terakhir kali kita saksikan bagaimana datangnya gelombang tsunami telah merusak sendi-sendi perekonomian di berbagai lokalitas di kawasan Aceh dan Sumatera Utara. Rentetan peristiwa ini mengakibatkan lambatnya program pemulihan perekonomian nasional. Kepastian dan iklim berusaha mengalami erosi, dan risiko negara dan risiko berusaha menjadi semakin tinggi. Akhirnya dalam beberapa tahun kemudian terjadi peningkatan kasus penutupan dan kebangkrutan perusahaan.
Salah satu objek dan tujuan wisata di Indonesia berlokasi di Jakarta Utara, yakni Ancol Jakarta Bay City (Ancol). Objek wisata ini terus melakukan pengembangan yang berkesinambungan dengan menambah wahana baru. Pada tahun 2005-2006, Ancol selain mengembangkan wahana permainan baru juga melakukan revitalisasi beberapa gelanggang hiburan yang sudah ada dan lama. Kini di Ancol (dulu disebut Taman Impian Jaya Ancol) memiliki 28 wahana/gelanggang hiburan. Untuk membangun sebuah wahana anyar dibutuhkan nilai investasi minimal Rp 60 miliar. Sementara itu, biaya pembangunan Ice World menyedot dana Rp 250 miliar. Selain melakukan revitalisasi dan membangun proyek-proyek baru, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) juga melakukan reklamasi pantai seluas 350 ha secara bertahap. Tahap pertama ditargetkan 60 ha (tapi baru selesai 28 ha, jadi sisa 32 ha) diperkirakan menelan dana Rp 100 miliar. Total belanja modal yang dianggarkan tahun 2005-2006 senilai Rp 325 miliar yang dananya diperoleh dari pinjaman bank sebesar Rp 250 miliar dan sisanya dari dana sendiri.
Setelah melakukan evaluasi untuk memenangi persaingan, maka Ancol harus melalukan perubahan. Ancol mendefinisikan ulang visi dan misi ke depan, yakni harus menjadi perusahaan pengembang kawasan wisata dan properti terbaik dan terbesar di Asia Tenggara yang mampu bersaing ketat dengan objek wisata milik negeri jiran seperti: Genting Island di Malaysia dan Sentosa Island di Singapura. PJA juga tidak kehabisan akal dengan perubahan pasar Jakarta yang mulai jenuh. Saat ini pihak PJA berencana membiakan Ancol ke beberapa daerah antara lain: Buleleng di Bali, Parangtritis di Yogyakarta, Samarinda di Kalimantan Timur dengan tetap memakai brand image Ancol untuk pengembangan di beberrapa daerah tersebut. Dari total 550 ha lahan yang dikuasai Ancol, sekarang yang dapat dikembangkan hanya tinggal 200 ha. Pertimbangan dipilihnya daerah tujuan ekspansi itu karena daerah turis dan memiliki income tinggi. Di Bali, selain banyak dikunjungi wisman dan turis lokal juga banyak bersinggungan dengan dunia internasional, apalagi budaya orang Bali sendiri yang mendukung pariwisata sehingga akan membuka peluang untuk lebih mudah go international. Berbagai rencana pengembangan bisnis PJA, khususnya Ancol telah diantisipasi dan disiapkan. Pasar Seni Ancol akan direposisi sebagai laboratorium seni untuk ruang edukasi, apresiasi, implementasi dan aplikasi karya seni. Pada tahap awal, PJA akan membangun Ancol Art Academy sehingga jika ingin belajar seni lukis, seni tari serta seni musik dapat dilakukan di laboratorium seni Ancol.
Perumusan Masalah
Menganalisis lingkungan bisnis Ancol dengan melakukan enviromental screening dan mengidentifikasi kompetensi inti (core competence) dari Ancol serta memberikan penilaian tentang kesinambungan (sustainability) dari kompetensi inti tersebut.
Tujuan dan Peran Analisis Lingkungan
Tujuan melakukan analisis lingkungan ini adalah menilai lingkungan perusahaan Ancol secara komprehensif, faktor-faktor yang berada di luar atau di dalam perusahaan Ancol yang dapat mempengaruhi kemajuan perusahaan Ancol dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Diharapkan manajemen Ancol dapat memcari strategi yang sesai untuk mencapai keunggulan bersaing yang berkesinambungan (sustainable).
II. DISKRIPSI ANCOL JAKARTA BAY CITY
Berlokasi di Jakarta Utara, Ancol Jakarta Bay City (Ancol) merupakan salah satu tujuan wisata di Indonesia. Objek wisata terus melakukan pengembangan dengan menambah wahana baru. Salah satu wahana yang baru saja dibuka adalah Ice World, sebuah wahana yang membuat pengunjung seakan-akan berada di Kutub Utara dengan suhu di bawah nol derajat memberikan sensasi dingin yang munusuk kulit hingga ke tulang sumsum, membuat tubuh menggigil sementara nafas yang terembus lewat hidung dan mulut menyembur-nyemburkan buih tipis. Dari langit-langit sebuah ruangan seluas 1.200 m2 diguyurkan butiran¬butiran hujan salju yang lembut. Di kiri-kanan ruangan dihiasi pahatan es berbentuk objek Tujuh Keajaiban Dunia karya pemahat Harpin, Cina Utara. Seperti Taj Mahal, Menara Eiffel, Tembok Cina, Candi Borobudur, Patung Liberty. Betul, inilah pemandangan Ice World, wahana baru di Pantai Carnaval, Ancol. “Tahun 2005-2006, selain mengembangkan wahana permainan baru, kami juga merevitalisasi beberapa gelanggang hiburan yang lama,” ujar Sudiro Pramono, Direktur PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) di sela-sela acara public expose perusahaan properti dan pariwisata itu. Asal tahu saja, saat ini di Ancol (dulu disebut Taman Impian Jaya Ancol) memiliki 28 wahana/gelanggang hiburan. Untuk membangun sebuah wahana anyar dibutuhkan nilai investasi minimal Rp 60 miliar. Sementara itu, biaya pembangunan Ice World menyedot dana Rp 250 miliar.
PJA juga merehab sejumlah wahana yang sudah ada, semisal The Lost Kingdom yang merupakan revitalisasi Gelanggang Samudra. Pertunjukan lumba¬lumba diganti dengan wahana 1001 malam. Wahana ini menyajikan banyak seri petualangan yang dilengkapi Pyramidium Theatre empat dimensi. Selain sarat edukasi tentang biota laut, wahana 1001 malam juga menampilkan kejutan spesial efek berupa cipratan air di wajah, embusan angin dan lainnya yang disesuaikan dengan jalan cerita film yang diputar. Wahana yang dibangun dalam kurun Januari 2005-Februari 2006 itu menelan biaya sekitar Rp 90 miliar.
Adapun Gelanggang Renang direvitalisasi menjadi Athlantic Water Adventures. Di wahana yang menghabiskan modal lebih dari Rp 70 miliar ini, pengunjung dapat menikmati suasana kota kuno Atlantis: mengarungi kedahsyatan taman air, spiral luncur dan kolam arus dengan suasana penuh legenda. Wahana yang mematok tiket masuk Rp 35 ribu/orang itu dioperasionalkan sejak Juli 2005. Tarif wahana Atlantis lebih murah dibandingkan dengan Ice World yang memungut Rp 50 ribu/orang sejak dibuka 23 Desember tahun lalu. Tak sekadar wahana permainan, yang menjadi fokus PJA memoles kecantikan Ancol untuk menyedot pengunjung. Bisnis lahan properti pun ditingkatkan dengan meghadirkan Marina Coast yang lokasinya di pinggir pantai, dekat Puri Marina. Penggarapan kawasan seluas 6 hektare ini sudah rampung dan kini dipasarkan kavling siap huni. Luas kavlingnya dari 300 m2 hingga 1.500 m2 dengan harga Rp 4,5 juta/m2. Total nilai investasi yang dibenamkan Rp 80 miliar dan dilakukan secara bertahap.
Urusan makanan di Ancol pun dibenahi. Dulu, Ancol identik dengan sajian makanan yang tidak enak dan mahal, kini PJA berusaha menghapus citra negatif itu. Makanya, PJA meluncurkan Jimbaran Cafe & Resto. Pengelolaannya dilakukan PJA bersama beberapa pengusaha kafe dan restoran di Jimbaran, Bali. Resto itu dibangun di atas lahan seluas 3 ribu m2 dengan menghabiskan biaya Rp 3 miliar. Di sana terdiri atas empat bangunan khas Bali berkapasitas 500 kursi dan tempat terbuka di pelataran pantai. Resto ini untuk melengkapi 10 gerai franchise milik PJA (Planet Baso dan Columbus Fried Chicken) dengan menggandeng beberapa franchisee, mampu memberikan kontribusi pemasukan ke PJA Rp 3 miliar selama dua tahun. Selama ini, Ancol juga punya Bandar Jakarta sebagai pusat jajan makanan dengan jumlah pengunjung 2-3 ribu orang/bulan dan perputaran uang di bisnis makanan itu mencapai Rp 40-50 juta/hari.
Selain merevitalisasi dan membangun proyek-proyek baru, PJA juga melakukan reklamasi pantai seluas 350 ha secara bertahap. Tahap pertama ditargetkan 60 ha (tapi baru selesai 28 ha, jadi sisa 32 ha) diperkirakan menelan dana Rp 100 miliar. “Total belanja modal yang kami anggarkan tahun 2005-2006 senilai Rp 325 miliar,” kata Sudiro. Untuk mendanai proyek-proyek itu PJA akan meminjam ke bank sebesar Rp 250 miliar dan sisanya dari kantong sendiri.
Pengembangan berbagai proyek Ancol tak luput dari ambisi PJA. “Setelah kami melakukan introspeksi untuk memenangi persaingan, maka Ancol harus melakukan perubahan. Untuk itu kami mendefinisi ulang visi dan misi Ancol ke depan, yakni harus menjadi perusahaan pengembang kawasan wisata serta properti terbaik dan terbesar di Asia Tenggara,” papar Budi Karya Sumadi, Presdir PJA ketika ditemui di kantornya, Cordova Building Lt. 7, Ancol. Di Asia Tenggara, Ancol memang mesti bersaing ketat dengan tempat rekreasi milik negeri jiran: Genting Island, Malaysia dan Sentosa Island, Singapura. Bagi Budi, core competence yang bisa diandalkan Ancol adalah sebagai edutainment centre. Dengan demikian, pihaknya berharap 10 tahun mendatang menjadi Ancol Spectacular. “Tapi kami sadar untuk mencapai itu butuh tatanan¬tatanan, yaitu Ancol Reborn. Tahapannya: Ancol Excellent, setelah itu Ancol Reborn,” imbuh Sarjana Arsitektur dari Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada itu. Dengan cara kerja Ancol selama ini, Budi pesimistis target itu dapat tercapai. Akhirnya dilakukanlah evaluasi dan ditemukan 130 milestone. Artinya, selain pekerjaan yang existing masih ada 130 pekerjaan lain yang harus dituntaskan semua karyawan.
Ternyata hal yang lebih mendasar dilakukan adalah mengubah pola pikir, yakni dari bekerja dengan tenaga menjadi bekerja dengan hati. Maksudnya, dalam bekerja tidak semata-mata mengejar target tugas, tapi juga melibatkan emosi untuk meraih hasil yang optimal. Ada empat pokok milestone yang dilakukan: strategi inisiatif yang berkaitan dengan keuangan; bisnis; SDM; pengembangan SDM itu sendiri. Dan soal SDM menjadi penekanan utama PJA. Menurut Budi, saat ini pengembangan Ancol ibaratnya kurva linier karena pasar Jakarta sudah maksimal pada titik 10-12 juta orang pengunjung/tahun. “Kami hanya mungkin melakukan pengembangan 10%-20%/tahun. Makanya tiga tahun terakhir kami membenahi Ancol dengan memperbaiki acara-acara dan wahananya,” ungkapnya. Tidak sia-sia, jumlah pengunjung pun mengalami kenaikan. Sebelum direhab Ancol rata-rata dikunjungi 700 ribu orang/bulan, tahun 2005 (6 bulan pascarehab) sudah melampaui 1 juta orang/bulan. Ke depan, PJA menargetkan 1,3-2,4 juta orang pengunjung/bulan dalam genggaman.
Membludaknya jumlah pengunjung Ancol otomatis mendongkrak pendapatan PJA. Lihat saja pada acara jelang Tahun Baru 2006, Ancol memecahkan rekor pendapatan terbesar sepanjang sejarah berdirinya pusat hiburan ini. Dalam sehari (31 Desember 2005) jumlah pengunjungnya mencapai 280 ribu dengan keuntungan kotor Rp 5,89 miliar dari penjualan tiket masuk Ancol dan Dunia Fantasi (Dufan). Itu belum termasuk pendapatan nontiket, karcis wahana non-Dufan dan partisipasi sponsor. Padahal, untuk menggelar acara tutup tahun 2005 itu Ancol hanya mengabiskan dana Rp 2 miliar dengan menampilkan penyanyi Iwan Fals, Slank, God Bless plus pesta kembang api.
Budi mengklaim, periode 2005 kinerja keuangan PJA tidak mengecewakan. Total pendapatan yang dibukukan Rp 650 miliar. Sumber pendapatan terbesar berasal dari sektor properti (30%), karcis Dufan (20%), tiket pintu gerbang (20%), dan sisanya dari wahana lain di dalam kawasan Ancol. Wahana Dufan sepanjang 2005 memberikan kontribusi pendapatan sebesar Rp 120 miliar dan tahun depan diharapkan bertambah menjadi Rp 150 miliar. “Revenue tahun 2006 kami targetkan tumbuh 20% atau sekitar Rp 750 miliar,” imbuh Budi. Adapun pendapatan properti PJA diperoleh dari sewa lahan dan kantor Cordova Building, Apartemen Marina Residence, dan housing Putri Duyung.
Untunglah, kondisi keuangan PJA tidak besar pasak daripada tiang. Simak saja selama tahun 2005 dengan pendapatan sekitar Rp 650 miliar, pengeluarannya kurang- lebih Rp 440 miliar. Pengeluaran terbesar tahun lalu untuk investasi dua wahana: Atlantis dan The Lost Kingdom, yang mencapai Rp 300 miliar. Sisanya, Rp 110 miliar untuk ongkos operasional dan bayar pegawai sebanyak 1.150 orang. “Sampai saat ini utang kami hanya di Bank DKI senilai Rp 20 miliar,” kata Budi.
Strategi pricing tiket Ancol tidak dilakukan bundling sebagaimana Disneyland di Tokyo, Hong Kong, atau negara lain yang jika dikurskan setara Rp 400 ribu/orang. Itulah sebabnya harga tiket itu dibuat beragam. Katakanlah, untuk tiket masuk gerbang Rp 10 ribu/orang, karcis Dufan Rp 50 ribu/orang pada hari biasa dan hari libur Rp 70 ribu/orang. Harga tiket ini rata-rata naik 10%-20% setiap tahun. Tahun 1985 saat pertama kali Dufan dibuka harga tiketnya Rp 7 ribu/orang dengan tarif pintu gerbang Rp 4 ribu/orang. Namun, di mata masyarakat, harga tiket Ancol masih dianggap kelewat tinggi. “Mestinya tarif tiket Dufan jangan di atas Rp 50 ribu. Kami sebagai orang kecil, termasuk orang-orang di daerah yang memimpikan Ancol hanya bisa gigit jari. Apalagi sekarang biaya hidup mahal, ekonomi makin sulit, sehingga dunia hiburan tidak terjangkau,” keluh Ari Tambih (28 tahun), warga Rawabelong, Jakarta Barat, yang sampai sekarang belum bisa membawa putri semata wayangnya untuk jalan¬jalan ke Ancol.
Bagi Budi tantangan yang dihadapi tidak saja kritikan soal tarif Ancol yang cuma terjangkau segmen menengah-atas, tapi juga masalah: Jakarta belum menjadi daerah tujuan wisata utama. “Indikasinya, coba perhatikan Sabtu dan Minggu atau hari libur, pasti banyak orang Jakarta yang keluar, entah itu ke Bandung, Bali, bahkan ke luar negeri daripada orang yang datang ke Jakarta,” pria kelahiran Palembang, 18 Desember 1956 ini menguraikan.
Sadar akan pasar Jakarta yang mulai jenuh, PJA tak kehabisan akal. Saat ini pihaknya berencana membiakkan Ancol ke beberapa daerah. Sebut saja Bali, Yogyakarta, dan Kalimantan Timur. “Kami tetap memakai brand Ancol untuk pengembangan di beberapa daerah tersebut,” Budi berujar. Maklumlah, dari total 550 ha lahan yang dikuasai Ancol, sekarang yang masih bisa dikembangkan tinggal 200 ha. Pertimbangan dipilihnya daerah tujuan ekspansi itu: daerah turis dan punya income tinggi. Di Bali, selain banyak dikunjungi wisman dan turis lokal juga banyak bersinggungan dengan dunia internasional, apalagi budaya orang Bali sendiri yang mendukung pariwisata. “Ini membuka peluang kami lebih gampang untuk go international,” ucap Budi dengan nada optimistis.
Budi menjelaskan, di Bali PJA menggandeng Pemda Buleleng guna mengembangkan kawasan 250 ha (50 ha di antaranya untuk properti). Saat ini, mereka sedang berancang-ancang membuat masterplan dengan mengundang Baltimore. Di Pulau Dewata ini juga akan dikembangkan dua pola yang selama ini menjadi andalan PJA: pariwisata dan properti. Yang membedakan, nuansa alami Buleleng lebih ditonjolkan. “Jadi lebih ke rekreasi alam ketimbang teknologi,” tuturnya. Untuk tahap awal, sebanyak 6-8 ekor lumba-lumba Ancol akan dipindahkan ke Buleleng dengan membuat wahana di tepi laut. Investasi awal masih diatasi oleh PJA dan Pemda. Akan tetapi, setelah masterplan rampung, tidak menutup kemungkinan bakal mengundang investor lain. Strategi ini dilakukan sebagaimana pengembangan wahana Sea World di Jakarta dengan sistem built, operate and transfer yang hak kelolanya 20-25 tahun. Dan, yang terbaru pengembangan Ice World melibatkan investor Malaysia dan teknologi dari Cina.
Seiring dengan pengembangan kawasan Buleleng, PJA bakal merevitalisasi Singaraja termasuk pelabuhannya, pusat sejarah pemerintahan kerajaan Bali masa lampau. Ini akan menjadi ikon baru Bali dan butuh investasi sekitar Rp 500 miliar. Sebagaimana Ancol Jakarta, investasi ini tidak bisa cepat mengalami titik impas. Jadi, sifatnya jangka panjang, memakan waktu sekitar 30 tahun.
Tak puas di Bali, PJA pun merambah Parangtritis dan Samarinda. Luas lahan Parangtritis yang bakal disulap menjadi wisata ala Ancol 200 ha. Untuk Samarinda, luas lahannya 200 ha dipakai area wisata dan 50 ha untuk properti. “Kami bekerja sama dengan Universitas Mulawarman di Samarinda dan sekarang masuk tahap MoU,” Budi menjelaskan. Dan, kreativitas PJA mengepakkan sayap ke beberapa daerah diacungi jempol oleh Taufik. “Ini menarik karena bisa memberikan alternatif destinasi wisata baru,” kata Associate Partner Head MarkPlus Consulting & MarkPlus Research itu. Sayang, ia kurang setuju kalau mereknya tetap memakai embel-embel Ancol lantaran dianggapnya kurang cocok dengan daerah setempat.
Pendeknya, setumpuk rencana pengembangan bisnis PJA, khususnya Ancol telah disiapkan. Katakanlah Pasar Seni Ancol bakal direposisi sebagai laboratorium seni untuk ruang edukasi, apresiasi, implementasi dan aplikasi karya seni. Tahap awal, dipaparkan Budi, PJA akan membangun Ancol Art Academy. Jadi, kalau mau belajar seni lukis, seni tari dan seni musik bisa dilakukan di laboratorium seni Ancol.
“Kami ingin tiap tahun ada gereget baru,” tutur Budi. Untuk itu, pihaknya tidak cepat puas dengan apa yang dicapai sekarang, terutama soal penambahan wahana baru yang lebih atraktif. Kehadiran Ice World akhir 2005, bisa jadi ditambah Ice Skating di tahun 2006. Di kawasan Pantai Carnaval ini juga telah diteken MoU pengembangan area konser, stadion musik berkapasitas 5-6 ribu orang. Pertengahan tahun ini mulai digarap dengan melibatkan investor konsorsium lokal. Nantinya, di sekeliling arena bakal ada mal dan kafe dengan nilai investasi sekitar Rp 400 miliar. Saat ini komposisi kepemilikan saham PJA: Pemda DKI (68%), PT Pembangunan Jaya (17%), dan masyarakat (15%).
Strategi pemasaran Ancol selain beriklan di media, juga meluncurkan program Kereta Wisata Ancol bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia pada akhir 2005. Dengan paket ini memudahkan akses warga Bogor, Depok, Bekasi, Serpong dan Tangerang menuju Ancol. Biayanya Rp 19.500-22.500/orang, sudah termasuk tiket masuk dan bus antar-jemput dari stasiun. “Meski Ancol gencar beriklan, saya kok belum terdorong datang ke sana,” ujar Taufik sengit. Baginya, Ancol memang memiliki awareness bagus sebagai tempat rekreasi, tapi lemah dalam pengembangan emotional branding yang terus-menerus membuat orang rindu datang ke sana. Menurutnya, ini kebalikan dari Sentosa Island yang selalu membuat orang ketagihan datang ke Singapura. Apalagi faktor keamanan dan kebersihan di Jakarta, khususnya Ancol, kurang mendukung kampanye pariwisata.
III. LANDASAN TEORI
Secara umum, lingkungan perusahaan dapat dikategorikan ke dalam dua bagian besar, yakni lingkungan eksternal dan lingkungan internal perusahaan. Lingkungan eksternal sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar lagi yakni lingkungan yang sifatnya umum dan lingkungan industri. Kategori lingkungan perusahaan adalah sebagai berikut:
A. Lingkungan Eksternal
1. Lingkungan Umum
Lingkungan umum adalah suatu lingkungan dalam lingkungan eksternal organisasi yang menyusun faktor-faktor yang memiliki ruang lingkup luas dan faktor-faktor tersebut pada dasarnya di luar dan terlepas dari operasi perusahaan. Lingkungan ini hanya memiliki sedikit dampak implikasi langsung bagi pengaturan suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Ekonomi
b. Sosial
c. Politik dan Hukum
d. Teknologi
e. Demografi
2. Lingkungan Industri
Lingkungan industri adalah tingkatan dari lingkungan eksternal organisasi yang menghasilkan komponen-komponen yang secara normal memiliki dampak yang relatif lebih spesifik dan langsung terhadap operasional perusahaan. Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri sebagai berikut:
a. Ancaman Masuknya Pendatang Baru
b. Tingkat Rivalitas Di Antara Para Pesaing yang ada
c. Tekanan dari Produk Pengganti
d. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (Substitusi)
e. Kekuatan Tawar-menawar Pemasok
B. Lingkungan Internal
Lingkungan internal adalah lingkungan organisasi yang berada di dalam organisasi tersebut dan secara formal memiliki implikasi yang langsung dan khusus pada perusahaan. Perusahaan sendiri sesuai konsep masa kini merupakan kumpulan dari berbagai macam sumber daya, kapabilitas dan kompetensi yang selanjutnya bisa digunakan untuk membentuk market position tertentu. Dengan demikian analisis lingkungan internal akan meliputi analisis mengenai sumber daya manusia, kapabilitas dan kompetensi inti yang dimiliki oleh perusahaan. Masing-masing komponen dari analisis lingkungan internal sebagai berikut:
1. Sumber Daya (Resources)
a. Tangible, merupakan sumber daya yang terlihat atau berwujud dalam data keuangan dan mudah sekali diidentifikasi dan dievaluasi. Contohnya: Sumber daya Finansial : Kapasitas kredit perusahaan. Kemampuan menghasilkan dana internal, dan sebagainya.Sumber daya Fisik : Kecanggihan mesin pabrik. Lokasi pabrik atau lokasi usaha, dan sebagainya.Sumber daya Manusia : Pengalaman, loyalitas, pelatihan, komitmen, dan sebagainya.Sumber daya Organisasional : Sistem perencanaan, koordinasi, pengendalian, dan sebagainya
b. Intangible, merupakan sumber daya yang tidak terlihat pada neraca keuangan perusahaan misalnya teknologi, inovasi dan reputasi (performance). Contohnya:Sumber daya Teknologi: Persediaan teknologi: paten, merek dagang, hak cipta, dan sebagainya, Sumber daya untuk Inovasi: Kegiatan riset, kreativitas, dan sebagainya,Reputasi (performance): Merek, persepsi kualitas, hubungan baik dengan pemasok, dan sebagainya
c. Human Resources Perusahaan menilai sumber daya manusia atau karyawannya berdasarkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang untuk selanjutnya dikembangkan juga penilaian terhadap kemampuan para karyawan untuk bekerja sama secara lebih efektif.
2. Kapabilitas (Capability)
a. Pendekatan Fungsional, merupakan penentu kapabilitas perusahaan secara relative terhadap fungsi-fungsi utama perusahaan antara lain: pemasaran, penjualan dan distribusi, keuangan dan akuntansi, sumber daya manusia, produksi serta organisasi secara umum.
b. Pendekatan Rantai Nilai (Value Chain), kapabilitas yang didasarkan pada serangkaian kegiatan yang berurutan yang merupakan sekumpulan aktivitas nilai (value activities) yang dilakukan untuk mendesain, memproduksi, memasarkan, mengirim dan mendukung produk dan jasa.
3. Kompetensi Inti (Core Competence)
Ada dua pengertian mengenai kompetensi, yakni kompetensi individual dan kompetensi organisasi. Kompetensi individu meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan kemampuan (abilities) yang dimiliki seseorang dalam suatu organisasi. Sedangkan kompetensi organisasi merupakan tindakan kolektif dari karakteristik kompetensi individu dalam tingkatan organisasi. Olson dan Bolton (2002) mengilustrasikan cakupan konsep kompetensi dalam literature organisasi yang diadaptasi oleh Green (1999). Dikemukakan bahwa kompetensi merujuk pada individu maupun organisasi. Karateristik individu meliputi pengetahuan teknis dan keterampilan (technical knowledge and skills) dan keterampilan kinerja, serta kompetensi penyumbang individu (performance skills and competencies of individual contributors).
Lebih lanjut kompetensi inti diperkenalkan oleh Hamel dan Prahalad (1999). Kompetensi inti merupakan sekumpulan keterampilan dan teknologi yang memungkinkan suatu perusahaan menyediakan manfaat tertentu kepada pelanggan agar bersaing lebih efektif.
Ada tiga parameter yang dapat diterapkan untuk mengidentifikasi kompetensi inti dalam perusahaan sebagai berikut:
Pertama, apakah kompetensi inti memberikan akses potensial kepada berbagai macam pasar. Sebagai contoh, perusahaan yang memiliki kompetensi ini dalam sistem layar monitor memungkinkan perusahaan tersebut menekuni berbagai bisnis seperti: TV mini, kalkulator, monitor untuk komputer dan laptop, dashboard mobil, dan sebagainya.
Kedua, apakah kompetensi inti dapat memberikan kontribusi signifikan pada kegunaan yang diterima pelanggan. Sebagai contoh, kompetensi Honda dalam mendesain dan membuat mesin yang irit bahan bakar dan tahan uji memberikan nilai yang tinggi bagi pelanggannya yang implikasinya membuat pelanggan enggan beralih kepada produsen lain.
Ketiga, apakah kompetensi inti yang dimiliki perusahaan membuat pesaing mengalami kesulitan untuk meniru (imitasi). Jika dihubungkan dengan kapabilitas, maka seluruh kompetensi inti merupakan kapabilitas dan sebaliknya tidak semua kapabilitas merupakan kompetensi inti. Hanya kapabilitas yang mempunyai kriteria tertentu yang dapat dikategorikan sebagian komptensi inti. Kemampuan atau kapabilitas merupakan kompetensi inti jika memenuhi empat kriteria, yakni:
a.Kemampuan yang Bernilai (Valuable Capabilities), yakni kemampuan yang memungkinkan perusahaan dapat memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancaman eksternal.
b.Kemampuan yang Langka (Rare Capabilities), yakni kemampuan yang hanya dimiliki oleh sangat sedikit pesaing, baik pesaing saat ini maupun pesaing yang akan datang.
c.Kemampuan yang Tidak Dapat Ditiru Secara Sempurna (Imperfectly Imitable Capabilities), yakni kemampuan yang tidak mudah dikembangkan oleh perusahaan lain.
d.Kemampuan yang Tidak Dapat Diganti (Nonsubstitutable Capabilities), yakni kemampuan yang sukar untuk digantikan.
Hal terpenting yang perlu dipahami bahwa kompetensi tidak harus dan tidak boleh dijadikan penghambat untuk berubah apabila perusahaan memang memerlukannya. Jika kompetensi inti yang lama berubah sejalan dengan globalisasi, perusahaan pun harus menemukan kompetensi yang baru. Karena jika tidak melakukan perubahan, dikuatirkan perusahaan tersebut akan mengalami kemunduran (competitive disadvantage). Hal ini dilakukan dengan mempertahankan dan menopang kompetensi inti yang telah ada dan secara simultan mengembangkan dan membentangkan apresiasi ke depan untuk menemukan dan menghasilkan kompetensi inti yang baru.
IV. PEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS
Untuk membahas permasalahan di atas perlu kita mulai dari analisa kasus lingkungan eksternal dan internal.
A. Lingkungan Eksternal
I. Lingkungan Umum
1. Ekonomi:
a. Salah satu objek wisata di Indonesia yang terletak di ibukota negara RI.
b. Komposisi kepemilikan saham:
1. Pemerintahan Daerah DKI = 68%
2. Pembangunan Jaya Ancol Tbk. = 17%
3. Masyarakat = 15%
c. Kinerja keuangan Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) periode 2005: Total Pendapatan yang dibukukan + Rp 650 miliar. Sumber pendapatan terbesar berasal dari sektor properti (30%), karcis Dunia Fantasi (20%), tiket pintu gerbang (20%), dan sisanya wahana lain di dalam kawasan Ancol (30%).
d. Pengeluaran keuangan selama tahun 2005 + Rp 440 miliar dengan perincian investasi dua wahana + Rp 300 miliar, biaya operasional dan bayar karyawan + Rp 110 miliar, dan biaya lain-lain + Rp 30 miliar.
2. Sosial: Lingkungan objek berada terdiri atas orang-orang dengan berbagai kultural, berbagai strata pendidikan dan beraneka ragam kondisi etnis yang majemuk.
3. Politik dan Hukum: Secara legal perusahaan berada di wilayah ibukota DKI Jakarta dan bekerja sama dalam hal kepemilikan saham dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
4. Teknologi:
a. Memiliki 28 wahana/gelanggang hiburan
b. Ice World sebagai wahana seakan-akan berada di Kutub Utara &Ice Skating
c. The Lost Kingdom yang merupakan revitalisasi Gelanggang Samudera
d. Wahana 1001 malam sebagai revitalisasi pertujukan lumba-lumba
e. Athlantic Water Adventures sebagai revitalisasi gelanggang renang
f. Wahana Dunia Fantasi (Dufan)
g. Jimbaran Café & Resto
h. Reklamasi pantai seluas 350 ha
i. Cordova Building, Apartemen Marina Residence, Housing Putri Duyung
5. Demografi:
a. Pasar Jakarta telah maksimal pada titik 10-12 juta orang
b. Distribusi geografis dengan meluncurkan program Kereta Wisata Ancol sehingga memudahkan warga sekitar Jakarta dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi menuju Ancol.
c. Lahan untuk dikembangkan terbatas tinggal 200 ha dari luas lahan
550 ha yang dikuasai.
II. Lingkungan Industri
1. Ancaman masuknya pendatang baru
a. Water Boom di Lippo Karawaci dan Lippo Cikarang (Groupnya Lippo)
b. Ocean Park Water Adventure di Bumi Serpong Damai, Tangerang
c. Taman Ria Remaja, Senayan Jakarta
d. Eldorado Cibubur, Bogor
2. Tingkat Rivalitas Di Antara Para Pesaing yang ada
a. Sentosa Island di Singapura
b. Genting Island di Malaysia
c. Disneyland di Hong Kong
d. Disneyland di Tokyo
e. Disneysea di Tokyo
f. Seaword Gold Coast di Australia
3. Tekanan dari Produk Pengganti
a. Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta (wisata budaya)
b. Taman Safari, Cisarua Bogor (wisata fauna)
c. Taman Mekar Sari, Bogor (wisata flora)
d. Kebun Binatang Ragunan, Pasar Minggu (wisata fauna)
e. Kebun Raya Bogor (wisata flora)
4. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (Substitusi)
a. Harga tiket masuk ke Ancol masih dianggap kelewat tinggi
b. Harga karcis masuk ke Dunia Fantasi (Dufan) yang masih dianggap mahal
5. Kekuatan Tawar-menawar Pemasok
Tidak terdapat keterangan pada diskripsi tugas yang diberikan.
B. Lingkungan Internal
1. Sumber Daya (Resources)
a. Tangible: Kinerja keuangan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) tahun 2005 yang memiliki pendapatan + Rp 650 miliar serta pengeluaran keuangan selama tahun 2005 sebesar + Rp 440 miliar.
b. Intangible: PJA melakukan berbagai inovasi serta melakukan pengembangan teknologi antara lain: 28 wahana/gelanggang hiburan, Ice World, Ice Skating, The Lost Kingdom, Wahana 1001 malam, Athlantic Water Adventures, Dunia Fantasi (Dufan), Jimbaran Café & Resto, Reklamasi pantai seluas 350 ha, Cordova Building, Apartemen Marina Residence, Housing Putri Duyung.
c. Sumber Daya Manusia (Human Resources) : Karyawan Ancol berjumlah 1150 orang yang bekerja dengan tenaga dimana perlu diubah pola pikirnya bekerja dengan hati. Faktor-faktor keamanan dan kebersihan yang masih relatif minim.
2. Kapabilitas (Capability)
a. Pendekatan Fungsional Ada empat strategi inisiatif yang menjadi pokok milestone yang dilakukan: Strategi yang terkait dengan keuangan, bisnis, sumber daya manusia (SDM), pengembangan SDM itu sendiri. Kemudian dari fungsi pemasaran terlihat bahwa PJA lemah pada pengembangan emotional branding meskipun Ancol telah memiliki good awarness.
b. Pendekatan Rantai Nilai (Value Chain) Berdasarkan hasil evaluasi masih ditemukan 130 milestones, yang artinya masih ada 130 pekerjaan lain yang harus diselesaikan oleh seluruh karyawan.
3. Kompetensi Inti (Core Competence) Kompetensi inti yang dapat diandalkan Ancol adalah sebagai edutainment centre, sehingga diharapkan 10 tahun mendatang menjadi Ancol Spectacular.
Ada tiga parameter yang dapat diimplementasikan untuk mengidentifikasi kompetensi inti Ancol sebagai berikut :
1. Apakah kompetensi inti Ancol dapat memberikan akses potensial kepada berbagai macam pasar. Kreativitas PJA mengembangkan sayap ke beberapa daerah untuk memberikan alternatif tujuan wisata baru. PJA juga melakukan reposisi Pasar Seni Ancol menjadi laboratorium seni yang diberi nama Ancol Art Academi untuk ruang edukasi, apresiasi, implementasi dan aplikasi karya seni, sehingga jika ingin belajar seni lukis, seni tari dan seni musik bisa dilakukan di laboratorium tersebut. Di kawasan Pantai Carnaval akan dilakukan pengembangan area konser, stadion musik berkapasitas 5-6 ribu orang dimana di sekeliling arena bakal ada mal dan kafe.
Hal ini membuktikan bahwa Ancol memiliki kompetensi inti yang dapat memberikan akses potensial kepada berbagai macam pasar.
2. Apakah kompetensi inti Ancol dapat memberikan kontribusi signifikan pada kegunaan yang diterima pelanggan. Kompetensi Ancol dalam mendesain dan membuat panorama alam dengan letaknya di tepi pantai yang memberikan nilai yang tinggi bagi pelanggannya di Jakarta dan sekitarnya: Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dan daerah lainnya yang ingin menikmati panorama alam di pantai.
Hal ini membuktikan bahwa Ancol memiliki kompetensi inti yang dapat memberikan kontribusi signifikan pada kegunaan yang diterima pelanggan.
3. Apakah kompetensi inti yang dimiliki perusahaan Ancol membuat pesaing mengalami kesulitan untuk meniru (imitasi). Ancol bukanlah satu-satunya yang unik di mata pesaing, namun lahan di pinggir pantai yang harus disediakan cukup luas di Ancol + 550 ha serta modal yang dibutuhkan sangat besar akan membuat pesaing tidak mudah untuk meniru kompetensi inti Ancol.
Hal ini membuktikan kompetensi inti yang dimiliki perusahaan Ancol sangat sulit ditiru oleh pesaing.
Penilaian tentang Kesinambungan (sustainability) Kompetensi Inti
Kemampuan atau kapabilitas merupakan kompetensi inti jika memenuhi empat kriteria, yakni:
1.Kemampuan yang Bernilai (Valuable Capabilities) Pada aspek ini kompetensi inti Ancol menunjukan keseriusan untuk selalu melakukan perubahan dengan visi dan misi Ancol ke depan, yakni harus menjadi perusahaan pengembang kawasan wisata serta properti terbaik dan terbesar di Asia Tenggara dengan kompetensi inti yang diandalkan di Ancol adalah sebagai edutainment centre yang diharapkan 10 tahun mendatang menjadi Ancol Spectacular. Untuk meminimalkan ancaman eksternal perlu ditata kembali kesadaran untuk pelayanan kebersihan, keamanan serta keselamatan kerja baik bagi karyawan maupun pelanggan.
2.Kemampuan yang Langka (Rare Capabilities) .Pada aspek ini jelas terlihat bahwa Ancol Jakarta Bay City tidak memiliki banyak pesaing baik saat ini maupun masa yang datang karena dibutuhkan modal yang besar serta lahan yang sangat luas di tepi pantai serta letaknya yang sangat strategis di Jakarta sebagai ibukota negara RI.
a. Kemampuan yang Tidak Dapat Ditiru Secara Sempurna (Imperfectly Imitable Capabilities) Pada aspek ini, kompetensi inti Ancol bukanlah tidak dapat ditiru atau dibuat imitasinya secara sempurna (Imperfectly Imitable Capabilities) karena telah ada juga beberapa kawasan wisata dan hiburan di belahan negara lain seperti Genting Malaysia, Sentosa Island Singapore, serta Disneyland di California, Inggris, Paris, Belanda, Jerman, Swiss, Italia, Spanyol, Denmark, Tokyo, Hong Kong.
b. Kemampuan yang Tidak Dapat Diganti (Nonsubstitutable Capabilities) Pada aspek ini, terbukti Ancol memiliki kompetensi inti yang tidak dapat diganti dalam skala besar oleh pesaingnya di sekitar Jakarta baik dari aspek permodalan dan luasnya lahan. Namun untuk skala kecil dan menengah telah ada kawasan wisata dan hiburan yang dapat menggantikannya untuk menyerap pelanggan di masing-masing wilayah tersebut seperti Water Boom di kawasan Lippo Karawaci, Lippo Cikarang, Taman Mini Indonesia Indah, Eldorado Cibubur, Ocean Park Water Adventure di Bumi Serpong Damai, Tangerang.
V. KESIMPULAN
Dari pembahasan dan analisa kasus terhadap lingkungan internal dan eksternal PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) sebagai pengelola Ancol Jakarta Bay City dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari analisis lingkungan internal diperoleh hasil bahwa perusahaan PT Pembangunan
Jakarta Ancol (PJA) memiliki posisi internal yang kuat.
2. Dari analisis lingkungan eksternal diperoleh hasil bahwa PT Pembangunan Jakarta
Ancol (PJA) telah mengimplementasikan strategi yang secara efektif memanfaatkan
peluang dan meminimalkan ancaman atau hambatan.
3. Ancol Jakarta Bay City memiliki kompetensi inti yang dapat memberikan akses
potensial kepada berbagai macam pasar.
4. Ancol Jakarta Bay City memiliki kompetensi inti yang dapat memberikan kontribusi
signifikan pada kegunaan yang diterima pelanggan.
5. Ancol Jakarta Bay City memiliki kompetensi inti yang sangat sulit ditiru oleh pesaing.
Sumber :
http://www.google.co.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar