Sabtu, 26 November 2011

Analisis Kasus Etika Bisnis Terhadap Kecurangan Perusahaan

Tiga Perusahaan Diduga Buang Limbah ke Kali Surabaya

SURABAYA, MINGGU - Inspeksi mendadak patroli air di kawasan industri sepanjang Kali Surabaya dan Kali Tengah Jumat (9/1) lalu sempat dihalang-halangi pihak keamanan setempat. Namun demikian, tim patroli air berhasil melakukan pemberkasan di tiga industri yang terindikasi melakukan pembuangan limbah.

Dalam patroli air keempat yang berlangsung pukul 14.00 hingga pukul 23.30 ini, tim menemukan tiga industri yang diduga menyalurkan limbah industri berbahaya ke Kali Surabaya dan Kali Tengah. Tiga perusahaan tersebut adalah, industri kertas PT Surya Agung Kertas, industri baja PT Sepindo, dan industri kerupuk PT Titian Alam Semesta.

Saat di lapangan, tim menemukan indikasi pembuangan limbah berbahaya di saluran pembuangan yang mengalirkan air berwarna putih. “Air yang mengalir di saluran pembuangan limbah PT Surya Agung Kertas dan PT Sepindo berwarna putih pekat. Cairan tersebut menyebabkan gatal-gatal di tangan,” kata anggota tim patroli sekaligus Koordinator Konsorso ium Lingkungan Hidup Imam Rohani, Minggu (11/1) di Surabaya.

Melihat fenomena tersebut, tim kemudian masuk ke dalam pabrik untuk mengambil sampel limbah di instalasi pengolahan limbah (ipal) dan melakukan pemberkasan di tempat. Namun, satuan pengamanan (satpam) di PT Surya Agung Kertas dan PT Sepindo menghalang-halangi petugas.

“Tanggapan dari petugas keamanan kurang bersahabat, padahal kami sudah menunjukkan surat tugas resmi yang ditanda tangani pihak Kepolisian Wilayah Kota Besar (Polwiltabes) Surabaya . Mereka meminta tim untuk menunggu izin resmi dari pihak perusahaan,” tuturnya.

Namun demikian, tim patroli tetap bersikeras untuk mengambil sampel limbah secara langsung. Setelah terjadi perdebatan, tim akhirnya dapat mengambil sampel limbah dan melakukan pemberkasan.

Sementara itu, pengambilan sampel dan pemberkasan di PT Titian Alam Semesta berlangsung lancar. Saat tim datang, industri tersebut ditemui sedang menguras ipal mereka. Karena saluran limbah ke kolam penampungan ditutup, maka sebagian cairan limbah meluap dan mengalir ke Kali Tengah.

Wakil Kepala Divisi Jasa Air dan Sumber Air IV Perum Jasa Tirta I Achmad Syam menambahkan, dalam patroli air petugas memakai dua moda transportasi yaitu perahu dan mobil. Mobil berpatroli di kawasan industri Kali Tengah, sedangkan perahu menyusur kawasan industri Kali Surabaya.

Analisis :

kasus diatas adalah tindakan kecurangan yang dilakukan oleh perusahaan, membuang limbah pabrik yang dibuang ke kali jika dilihat dari etika bisnis merupakan hal yang salah dan merugikan banyak pihak.

Secara langsung pihak masyarakat sekitar di Kali Surabaya dan Kali Tengah merasa terganggu dan dirugikan dengan pengelolaan limbah yang dilakukan manajemen pabrik. Limbah berbahaya ini mengalirkan air berwarna putih, cairannya dapat menyebabkan gatal –gatal di tangan.

Sebaiknya, perusahaan membuatkan kolam penampungan untuk saluran limbah tersebut dan sejenisnya untuk meminimalisir dampak limbah yang dapat menggangu masyarakat sekitar. Atau pihak manajemen perusahaan sebaiknya membuang limbah di kawasan yang tidak ada penduduk sehingga limbah tersebut tidak menggangu masyarakat sekitar.

Sumber :

http://nasional.kompas.com/read/2009/01/11/17554840/function.simplexml-load-file

Senin, 31 Oktober 2011

Analisis Strategi Lingkungan External Internal Ancol

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perubahan yang begitu cepat yang terjadi dalam lingkungan bisnis, menuntut setiap pelaku bisnis selalu memberikan perhatian dan respon terhadap lingkungannya, yang kemudian merumuskan strategi agar mampu mengantisipasi perubahan dan pencapaian tujuan perusahaan. Didasari atas pentingnya perumusan strategi, proses perumusan strategi merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk menemukan strategi yang tepat bagi perusahaan. Rangkaian kegiatan yang diperlukan meliputi analisis lingkungan perusahaan, baik lingkungan internal maupun lingkungan ekstrnal untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dapat memperlancar ataupun menghambat perkembangan perusahaan. Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak pada semakin ketatnya persaingan dan semakin cepatnya terjadi perubahan pada lingkungan usaha. Barang-barang hasil produksi dalam negeri saat ini sudah harus langsung berkompetisi dengan produk-produk dari luar negeri, dan perusahaan harus menerima kenyataan bahwa pesatnya perkembangan teknologi mengakibatkan cepat usangnya fasilitas produksi, semakin singkatnya daur hidup produk, dan keuntungan yang didapat pun akan semakin rendah. Lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan perusahaan di Indonesia semakin bergejolak (turbulent), terutama sejak terjadinya krisis perekonomian dan perubahan pemerintahan berikut gejolak sosial di dalam negeri pada tahun 1997 . Apalagi dengan kondisi internal kebanyakan perusahaan yang memburuk dan bangkrutnya sebagian perusahaan, perhatian terhadap pengaruh dan dampak faktor-faktor lingkungan eksternal perusahaan yang bersifat makro menjadi sangat penting.
Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala nasional, regional maupun global. Sebagian dari dampak yang mereka timbulkan banyak terbukti telah mempengaruhi datangnya berbagai kesempatan usaha (business opportunities), tetapi banyak pula rekaman contoh kasus dari faktor eksternal ini yang menjadi kendala dalam berusaha (business threats and constraints).
Kita sering mendengar bagaimana perusahaan yang memiliki sistem organisasi yang baik dengan dukungan visi, misi dan rencana aksi business plan yang terencana tidak menjamin sukses dalam meraih laba. Bahkan banyak perusahaan ini mengalami penurunan dalam kinerja usahanya hanya karena kesalahan dalam menafsirkan skenario dan asumsi pengaruh lingkungan luar tersebut. Memasuki era liberalisasi dan globalisasi pada abad ke 21, para pimpinan perusahaan tidak dapat mengabaikan begitu saja perubahan-perubahan yang terjadi di sekeliling mereka, terutama jika mereka ingin meraih kemenangan.
Semakin kukuhnya gejala globalisasi pasar dunia yang dipengaruhi langsung oleh berbagai kebijakan liberalisasi perdagangan dan investasi di Asia Pasifik, banyak membuka kesempatan berusaha bagi produsen domestik dan investor modal asing. Meluasnya jaringan organisasi dan komunikasi perusahaan global beberapa tahun sebelum terjadinya krisis perekonomian dunia, terbukti telah memberikan berbagai kesempatan berusaha bagi perusahaan-perusahaan swasta domestik di Indonesia dalam bentuk kerjasama usaha patungan (joint ventures) dan waralaba (franchising).
Tetapi sebaliknya kita saksikan bagaimana perubahan lingkungan eksternal yang berjalan dengan sangat cepatnya, seperti kejadian penyerangan gedung kembar World Trade Center dan serbuan militer Amerika Serikat ke Irak, kemudian dalam sekejap memporak-porandakan keunggulan bersaing satu negara dalam pola perdagangan antar bangsa di dunia. Pengaruh buruk dampak lingkungan eksternal kadang-kadang bersifat terselubung, dan dengan kejamnya merenggut kedudukan keunggulan persaingan beberapa perusahaan domestik yang berskala kecil dan menengah.
Kita melihat bagaimana krisis perekonomian nasional yang dilanjutkan dengan berbagai krisis politik dan sosial sejak tahun 1998 pada kenyataannya telah merubah seluruh tatanan (paradigm) melakukan kegiatan berusaha dari perusahaan-perusahaan swasta nasional di negara kita. Tanpa disadari berbagai perubahan issue non-ekonomi, seperti peristiwa bom Bali, perselisihan antar kelompok etnis di Maluku dan Kalimantan Barat, sengketa wilayah Aceh dan tuntutan kelompok Gerakan Aceh Merdeka, huruhara Mei, semuanya telah mengganggu pencapaian kinerja perusahaan di Indonesia dalam jangka pendek. Terakhir kali kita saksikan bagaimana datangnya gelombang tsunami telah merusak sendi-sendi perekonomian di berbagai lokalitas di kawasan Aceh dan Sumatera Utara. Rentetan peristiwa ini mengakibatkan lambatnya program pemulihan perekonomian nasional. Kepastian dan iklim berusaha mengalami erosi, dan risiko negara dan risiko berusaha menjadi semakin tinggi. Akhirnya dalam beberapa tahun kemudian terjadi peningkatan kasus penutupan dan kebangkrutan perusahaan.
Salah satu objek dan tujuan wisata di Indonesia berlokasi di Jakarta Utara, yakni Ancol Jakarta Bay City (Ancol). Objek wisata ini terus melakukan pengembangan yang berkesinambungan dengan menambah wahana baru. Pada tahun 2005-2006, Ancol selain mengembangkan wahana permainan baru juga melakukan revitalisasi beberapa gelanggang hiburan yang sudah ada dan lama. Kini di Ancol (dulu disebut Taman Impian Jaya Ancol) memiliki 28 wahana/gelanggang hiburan. Untuk membangun sebuah wahana anyar dibutuhkan nilai investasi minimal Rp 60 miliar. Sementara itu, biaya pembangunan Ice World menyedot dana Rp 250 miliar. Selain melakukan revitalisasi dan membangun proyek-proyek baru, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) juga melakukan reklamasi pantai seluas 350 ha secara bertahap. Tahap pertama ditargetkan 60 ha (tapi baru selesai 28 ha, jadi sisa 32 ha) diperkirakan menelan dana Rp 100 miliar. Total belanja modal yang dianggarkan tahun 2005-2006 senilai Rp 325 miliar yang dananya diperoleh dari pinjaman bank sebesar Rp 250 miliar dan sisanya dari dana sendiri.
Setelah melakukan evaluasi untuk memenangi persaingan, maka Ancol harus melalukan perubahan. Ancol mendefinisikan ulang visi dan misi ke depan, yakni harus menjadi perusahaan pengembang kawasan wisata dan properti terbaik dan terbesar di Asia Tenggara yang mampu bersaing ketat dengan objek wisata milik negeri jiran seperti: Genting Island di Malaysia dan Sentosa Island di Singapura. PJA juga tidak kehabisan akal dengan perubahan pasar Jakarta yang mulai jenuh. Saat ini pihak PJA berencana membiakan Ancol ke beberapa daerah antara lain: Buleleng di Bali, Parangtritis di Yogyakarta, Samarinda di Kalimantan Timur dengan tetap memakai brand image Ancol untuk pengembangan di beberrapa daerah tersebut. Dari total 550 ha lahan yang dikuasai Ancol, sekarang yang dapat dikembangkan hanya tinggal 200 ha. Pertimbangan dipilihnya daerah tujuan ekspansi itu karena daerah turis dan memiliki income tinggi. Di Bali, selain banyak dikunjungi wisman dan turis lokal juga banyak bersinggungan dengan dunia internasional, apalagi budaya orang Bali sendiri yang mendukung pariwisata sehingga akan membuka peluang untuk lebih mudah go international. Berbagai rencana pengembangan bisnis PJA, khususnya Ancol telah diantisipasi dan disiapkan. Pasar Seni Ancol akan direposisi sebagai laboratorium seni untuk ruang edukasi, apresiasi, implementasi dan aplikasi karya seni. Pada tahap awal, PJA akan membangun Ancol Art Academy sehingga jika ingin belajar seni lukis, seni tari serta seni musik dapat dilakukan di laboratorium seni Ancol.
Perumusan Masalah
Menganalisis lingkungan bisnis Ancol dengan melakukan enviromental screening dan mengidentifikasi kompetensi inti (core competence) dari Ancol serta memberikan penilaian tentang kesinambungan (sustainability) dari kompetensi inti tersebut.
Tujuan dan Peran Analisis Lingkungan
Tujuan melakukan analisis lingkungan ini adalah menilai lingkungan perusahaan Ancol secara komprehensif, faktor-faktor yang berada di luar atau di dalam perusahaan Ancol yang dapat mempengaruhi kemajuan perusahaan Ancol dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Diharapkan manajemen Ancol dapat memcari strategi yang sesai untuk mencapai keunggulan bersaing yang berkesinambungan (sustainable).
II. DISKRIPSI ANCOL JAKARTA BAY CITY
Berlokasi di Jakarta Utara, Ancol Jakarta Bay City (Ancol) merupakan salah satu tujuan wisata di Indonesia. Objek wisata terus melakukan pengembangan dengan menambah wahana baru. Salah satu wahana yang baru saja dibuka adalah Ice World, sebuah wahana yang membuat pengunjung seakan-akan berada di Kutub Utara dengan suhu di bawah nol derajat memberikan sensasi dingin yang munusuk kulit hingga ke tulang sumsum, membuat tubuh menggigil sementara nafas yang terembus lewat hidung dan mulut menyembur-nyemburkan buih tipis. Dari langit-langit sebuah ruangan seluas 1.200 m2 diguyurkan butiran¬butiran hujan salju yang lembut. Di kiri-kanan ruangan dihiasi pahatan es berbentuk objek Tujuh Keajaiban Dunia karya pemahat Harpin, Cina Utara. Seperti Taj Mahal, Menara Eiffel, Tembok Cina, Candi Borobudur, Patung Liberty. Betul, inilah pemandangan Ice World, wahana baru di Pantai Carnaval, Ancol. “Tahun 2005-2006, selain mengembangkan wahana permainan baru, kami juga merevitalisasi beberapa gelanggang hiburan yang lama,” ujar Sudiro Pramono, Direktur PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) di sela-sela acara public expose perusahaan properti dan pariwisata itu. Asal tahu saja, saat ini di Ancol (dulu disebut Taman Impian Jaya Ancol) memiliki 28 wahana/gelanggang hiburan. Untuk membangun sebuah wahana anyar dibutuhkan nilai investasi minimal Rp 60 miliar. Sementara itu, biaya pembangunan Ice World menyedot dana Rp 250 miliar.
PJA juga merehab sejumlah wahana yang sudah ada, semisal The Lost Kingdom yang merupakan revitalisasi Gelanggang Samudra. Pertunjukan lumba¬lumba diganti dengan wahana 1001 malam. Wahana ini menyajikan banyak seri petualangan yang dilengkapi Pyramidium Theatre empat dimensi. Selain sarat edukasi tentang biota laut, wahana 1001 malam juga menampilkan kejutan spesial efek berupa cipratan air di wajah, embusan angin dan lainnya yang disesuaikan dengan jalan cerita film yang diputar. Wahana yang dibangun dalam kurun Januari 2005-Februari 2006 itu menelan biaya sekitar Rp 90 miliar.
Adapun Gelanggang Renang direvitalisasi menjadi Athlantic Water Adventures. Di wahana yang menghabiskan modal lebih dari Rp 70 miliar ini, pengunjung dapat menikmati suasana kota kuno Atlantis: mengarungi kedahsyatan taman air, spiral luncur dan kolam arus dengan suasana penuh legenda. Wahana yang mematok tiket masuk Rp 35 ribu/orang itu dioperasionalkan sejak Juli 2005. Tarif wahana Atlantis lebih murah dibandingkan dengan Ice World yang memungut Rp 50 ribu/orang sejak dibuka 23 Desember tahun lalu. Tak sekadar wahana permainan, yang menjadi fokus PJA memoles kecantikan Ancol untuk menyedot pengunjung. Bisnis lahan properti pun ditingkatkan dengan meghadirkan Marina Coast yang lokasinya di pinggir pantai, dekat Puri Marina. Penggarapan kawasan seluas 6 hektare ini sudah rampung dan kini dipasarkan kavling siap huni. Luas kavlingnya dari 300 m2 hingga 1.500 m2 dengan harga Rp 4,5 juta/m2. Total nilai investasi yang dibenamkan Rp 80 miliar dan dilakukan secara bertahap.
Urusan makanan di Ancol pun dibenahi. Dulu, Ancol identik dengan sajian makanan yang tidak enak dan mahal, kini PJA berusaha menghapus citra negatif itu. Makanya, PJA meluncurkan Jimbaran Cafe & Resto. Pengelolaannya dilakukan PJA bersama beberapa pengusaha kafe dan restoran di Jimbaran, Bali. Resto itu dibangun di atas lahan seluas 3 ribu m2 dengan menghabiskan biaya Rp 3 miliar. Di sana terdiri atas empat bangunan khas Bali berkapasitas 500 kursi dan tempat terbuka di pelataran pantai. Resto ini untuk melengkapi 10 gerai franchise milik PJA (Planet Baso dan Columbus Fried Chicken) dengan menggandeng beberapa franchisee, mampu memberikan kontribusi pemasukan ke PJA Rp 3 miliar selama dua tahun. Selama ini, Ancol juga punya Bandar Jakarta sebagai pusat jajan makanan dengan jumlah pengunjung 2-3 ribu orang/bulan dan perputaran uang di bisnis makanan itu mencapai Rp 40-50 juta/hari.
Selain merevitalisasi dan membangun proyek-proyek baru, PJA juga melakukan reklamasi pantai seluas 350 ha secara bertahap. Tahap pertama ditargetkan 60 ha (tapi baru selesai 28 ha, jadi sisa 32 ha) diperkirakan menelan dana Rp 100 miliar. “Total belanja modal yang kami anggarkan tahun 2005-2006 senilai Rp 325 miliar,” kata Sudiro. Untuk mendanai proyek-proyek itu PJA akan meminjam ke bank sebesar Rp 250 miliar dan sisanya dari kantong sendiri.
Pengembangan berbagai proyek Ancol tak luput dari ambisi PJA. “Setelah kami melakukan introspeksi untuk memenangi persaingan, maka Ancol harus melakukan perubahan. Untuk itu kami mendefinisi ulang visi dan misi Ancol ke depan, yakni harus menjadi perusahaan pengembang kawasan wisata serta properti terbaik dan terbesar di Asia Tenggara,” papar Budi Karya Sumadi, Presdir PJA ketika ditemui di kantornya, Cordova Building Lt. 7, Ancol. Di Asia Tenggara, Ancol memang mesti bersaing ketat dengan tempat rekreasi milik negeri jiran: Genting Island, Malaysia dan Sentosa Island, Singapura. Bagi Budi, core competence yang bisa diandalkan Ancol adalah sebagai edutainment centre. Dengan demikian, pihaknya berharap 10 tahun mendatang menjadi Ancol Spectacular. “Tapi kami sadar untuk mencapai itu butuh tatanan¬tatanan, yaitu Ancol Reborn. Tahapannya: Ancol Excellent, setelah itu Ancol Reborn,” imbuh Sarjana Arsitektur dari Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada itu. Dengan cara kerja Ancol selama ini, Budi pesimistis target itu dapat tercapai. Akhirnya dilakukanlah evaluasi dan ditemukan 130 milestone. Artinya, selain pekerjaan yang existing masih ada 130 pekerjaan lain yang harus dituntaskan semua karyawan.
Ternyata hal yang lebih mendasar dilakukan adalah mengubah pola pikir, yakni dari bekerja dengan tenaga menjadi bekerja dengan hati. Maksudnya, dalam bekerja tidak semata-mata mengejar target tugas, tapi juga melibatkan emosi untuk meraih hasil yang optimal. Ada empat pokok milestone yang dilakukan: strategi inisiatif yang berkaitan dengan keuangan; bisnis; SDM; pengembangan SDM itu sendiri. Dan soal SDM menjadi penekanan utama PJA. Menurut Budi, saat ini pengembangan Ancol ibaratnya kurva linier karena pasar Jakarta sudah maksimal pada titik 10-12 juta orang pengunjung/tahun. “Kami hanya mungkin melakukan pengembangan 10%-20%/tahun. Makanya tiga tahun terakhir kami membenahi Ancol dengan memperbaiki acara-acara dan wahananya,” ungkapnya. Tidak sia-sia, jumlah pengunjung pun mengalami kenaikan. Sebelum direhab Ancol rata-rata dikunjungi 700 ribu orang/bulan, tahun 2005 (6 bulan pascarehab) sudah melampaui 1 juta orang/bulan. Ke depan, PJA menargetkan 1,3-2,4 juta orang pengunjung/bulan dalam genggaman.
Membludaknya jumlah pengunjung Ancol otomatis mendongkrak pendapatan PJA. Lihat saja pada acara jelang Tahun Baru 2006, Ancol memecahkan rekor pendapatan terbesar sepanjang sejarah berdirinya pusat hiburan ini. Dalam sehari (31 Desember 2005) jumlah pengunjungnya mencapai 280 ribu dengan keuntungan kotor Rp 5,89 miliar dari penjualan tiket masuk Ancol dan Dunia Fantasi (Dufan). Itu belum termasuk pendapatan nontiket, karcis wahana non-Dufan dan partisipasi sponsor. Padahal, untuk menggelar acara tutup tahun 2005 itu Ancol hanya mengabiskan dana Rp 2 miliar dengan menampilkan penyanyi Iwan Fals, Slank, God Bless plus pesta kembang api.
Budi mengklaim, periode 2005 kinerja keuangan PJA tidak mengecewakan. Total pendapatan yang dibukukan Rp 650 miliar. Sumber pendapatan terbesar berasal dari sektor properti (30%), karcis Dufan (20%), tiket pintu gerbang (20%), dan sisanya dari wahana lain di dalam kawasan Ancol. Wahana Dufan sepanjang 2005 memberikan kontribusi pendapatan sebesar Rp 120 miliar dan tahun depan diharapkan bertambah menjadi Rp 150 miliar. “Revenue tahun 2006 kami targetkan tumbuh 20% atau sekitar Rp 750 miliar,” imbuh Budi. Adapun pendapatan properti PJA diperoleh dari sewa lahan dan kantor Cordova Building, Apartemen Marina Residence, dan housing Putri Duyung.
Untunglah, kondisi keuangan PJA tidak besar pasak daripada tiang. Simak saja selama tahun 2005 dengan pendapatan sekitar Rp 650 miliar, pengeluarannya kurang- lebih Rp 440 miliar. Pengeluaran terbesar tahun lalu untuk investasi dua wahana: Atlantis dan The Lost Kingdom, yang mencapai Rp 300 miliar. Sisanya, Rp 110 miliar untuk ongkos operasional dan bayar pegawai sebanyak 1.150 orang. “Sampai saat ini utang kami hanya di Bank DKI senilai Rp 20 miliar,” kata Budi.
Strategi pricing tiket Ancol tidak dilakukan bundling sebagaimana Disneyland di Tokyo, Hong Kong, atau negara lain yang jika dikurskan setara Rp 400 ribu/orang. Itulah sebabnya harga tiket itu dibuat beragam. Katakanlah, untuk tiket masuk gerbang Rp 10 ribu/orang, karcis Dufan Rp 50 ribu/orang pada hari biasa dan hari libur Rp 70 ribu/orang. Harga tiket ini rata-rata naik 10%-20% setiap tahun. Tahun 1985 saat pertama kali Dufan dibuka harga tiketnya Rp 7 ribu/orang dengan tarif pintu gerbang Rp 4 ribu/orang. Namun, di mata masyarakat, harga tiket Ancol masih dianggap kelewat tinggi. “Mestinya tarif tiket Dufan jangan di atas Rp 50 ribu. Kami sebagai orang kecil, termasuk orang-orang di daerah yang memimpikan Ancol hanya bisa gigit jari. Apalagi sekarang biaya hidup mahal, ekonomi makin sulit, sehingga dunia hiburan tidak terjangkau,” keluh Ari Tambih (28 tahun), warga Rawabelong, Jakarta Barat, yang sampai sekarang belum bisa membawa putri semata wayangnya untuk jalan¬jalan ke Ancol.
Bagi Budi tantangan yang dihadapi tidak saja kritikan soal tarif Ancol yang cuma terjangkau segmen menengah-atas, tapi juga masalah: Jakarta belum menjadi daerah tujuan wisata utama. “Indikasinya, coba perhatikan Sabtu dan Minggu atau hari libur, pasti banyak orang Jakarta yang keluar, entah itu ke Bandung, Bali, bahkan ke luar negeri daripada orang yang datang ke Jakarta,” pria kelahiran Palembang, 18 Desember 1956 ini menguraikan.
Sadar akan pasar Jakarta yang mulai jenuh, PJA tak kehabisan akal. Saat ini pihaknya berencana membiakkan Ancol ke beberapa daerah. Sebut saja Bali, Yogyakarta, dan Kalimantan Timur. “Kami tetap memakai brand Ancol untuk pengembangan di beberapa daerah tersebut,” Budi berujar. Maklumlah, dari total 550 ha lahan yang dikuasai Ancol, sekarang yang masih bisa dikembangkan tinggal 200 ha. Pertimbangan dipilihnya daerah tujuan ekspansi itu: daerah turis dan punya income tinggi. Di Bali, selain banyak dikunjungi wisman dan turis lokal juga banyak bersinggungan dengan dunia internasional, apalagi budaya orang Bali sendiri yang mendukung pariwisata. “Ini membuka peluang kami lebih gampang untuk go international,” ucap Budi dengan nada optimistis.
Budi menjelaskan, di Bali PJA menggandeng Pemda Buleleng guna mengembangkan kawasan 250 ha (50 ha di antaranya untuk properti). Saat ini, mereka sedang berancang-ancang membuat masterplan dengan mengundang Baltimore. Di Pulau Dewata ini juga akan dikembangkan dua pola yang selama ini menjadi andalan PJA: pariwisata dan properti. Yang membedakan, nuansa alami Buleleng lebih ditonjolkan. “Jadi lebih ke rekreasi alam ketimbang teknologi,” tuturnya. Untuk tahap awal, sebanyak 6-8 ekor lumba-lumba Ancol akan dipindahkan ke Buleleng dengan membuat wahana di tepi laut. Investasi awal masih diatasi oleh PJA dan Pemda. Akan tetapi, setelah masterplan rampung, tidak menutup kemungkinan bakal mengundang investor lain. Strategi ini dilakukan sebagaimana pengembangan wahana Sea World di Jakarta dengan sistem built, operate and transfer yang hak kelolanya 20-25 tahun. Dan, yang terbaru pengembangan Ice World melibatkan investor Malaysia dan teknologi dari Cina.
Seiring dengan pengembangan kawasan Buleleng, PJA bakal merevitalisasi Singaraja termasuk pelabuhannya, pusat sejarah pemerintahan kerajaan Bali masa lampau. Ini akan menjadi ikon baru Bali dan butuh investasi sekitar Rp 500 miliar. Sebagaimana Ancol Jakarta, investasi ini tidak bisa cepat mengalami titik impas. Jadi, sifatnya jangka panjang, memakan waktu sekitar 30 tahun.
Tak puas di Bali, PJA pun merambah Parangtritis dan Samarinda. Luas lahan Parangtritis yang bakal disulap menjadi wisata ala Ancol 200 ha. Untuk Samarinda, luas lahannya 200 ha dipakai area wisata dan 50 ha untuk properti. “Kami bekerja sama dengan Universitas Mulawarman di Samarinda dan sekarang masuk tahap MoU,” Budi menjelaskan. Dan, kreativitas PJA mengepakkan sayap ke beberapa daerah diacungi jempol oleh Taufik. “Ini menarik karena bisa memberikan alternatif destinasi wisata baru,” kata Associate Partner Head MarkPlus Consulting & MarkPlus Research itu. Sayang, ia kurang setuju kalau mereknya tetap memakai embel-embel Ancol lantaran dianggapnya kurang cocok dengan daerah setempat.
Pendeknya, setumpuk rencana pengembangan bisnis PJA, khususnya Ancol telah disiapkan. Katakanlah Pasar Seni Ancol bakal direposisi sebagai laboratorium seni untuk ruang edukasi, apresiasi, implementasi dan aplikasi karya seni. Tahap awal, dipaparkan Budi, PJA akan membangun Ancol Art Academy. Jadi, kalau mau belajar seni lukis, seni tari dan seni musik bisa dilakukan di laboratorium seni Ancol.
“Kami ingin tiap tahun ada gereget baru,” tutur Budi. Untuk itu, pihaknya tidak cepat puas dengan apa yang dicapai sekarang, terutama soal penambahan wahana baru yang lebih atraktif. Kehadiran Ice World akhir 2005, bisa jadi ditambah Ice Skating di tahun 2006. Di kawasan Pantai Carnaval ini juga telah diteken MoU pengembangan area konser, stadion musik berkapasitas 5-6 ribu orang. Pertengahan tahun ini mulai digarap dengan melibatkan investor konsorsium lokal. Nantinya, di sekeliling arena bakal ada mal dan kafe dengan nilai investasi sekitar Rp 400 miliar. Saat ini komposisi kepemilikan saham PJA: Pemda DKI (68%), PT Pembangunan Jaya (17%), dan masyarakat (15%).
Strategi pemasaran Ancol selain beriklan di media, juga meluncurkan program Kereta Wisata Ancol bekerja sama dengan PT Kereta Api Indonesia pada akhir 2005. Dengan paket ini memudahkan akses warga Bogor, Depok, Bekasi, Serpong dan Tangerang menuju Ancol. Biayanya Rp 19.500-22.500/orang, sudah termasuk tiket masuk dan bus antar-jemput dari stasiun. “Meski Ancol gencar beriklan, saya kok belum terdorong datang ke sana,” ujar Taufik sengit. Baginya, Ancol memang memiliki awareness bagus sebagai tempat rekreasi, tapi lemah dalam pengembangan emotional branding yang terus-menerus membuat orang rindu datang ke sana. Menurutnya, ini kebalikan dari Sentosa Island yang selalu membuat orang ketagihan datang ke Singapura. Apalagi faktor keamanan dan kebersihan di Jakarta, khususnya Ancol, kurang mendukung kampanye pariwisata.
III. LANDASAN TEORI
Secara umum, lingkungan perusahaan dapat dikategorikan ke dalam dua bagian besar, yakni lingkungan eksternal dan lingkungan internal perusahaan. Lingkungan eksternal sendiri dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian besar lagi yakni lingkungan yang sifatnya umum dan lingkungan industri. Kategori lingkungan perusahaan adalah sebagai berikut:
A. Lingkungan Eksternal
1. Lingkungan Umum
Lingkungan umum adalah suatu lingkungan dalam lingkungan eksternal organisasi yang menyusun faktor-faktor yang memiliki ruang lingkup luas dan faktor-faktor tersebut pada dasarnya di luar dan terlepas dari operasi perusahaan. Lingkungan ini hanya memiliki sedikit dampak implikasi langsung bagi pengaturan suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Ekonomi
b. Sosial
c. Politik dan Hukum
d. Teknologi
e. Demografi
2. Lingkungan Industri
Lingkungan industri adalah tingkatan dari lingkungan eksternal organisasi yang menghasilkan komponen-komponen yang secara normal memiliki dampak yang relatif lebih spesifik dan langsung terhadap operasional perusahaan. Kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi persaingan industri sebagai berikut:
a. Ancaman Masuknya Pendatang Baru
b. Tingkat Rivalitas Di Antara Para Pesaing yang ada
c. Tekanan dari Produk Pengganti
d. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (Substitusi)
e. Kekuatan Tawar-menawar Pemasok
B. Lingkungan Internal
Lingkungan internal adalah lingkungan organisasi yang berada di dalam organisasi tersebut dan secara formal memiliki implikasi yang langsung dan khusus pada perusahaan. Perusahaan sendiri sesuai konsep masa kini merupakan kumpulan dari berbagai macam sumber daya, kapabilitas dan kompetensi yang selanjutnya bisa digunakan untuk membentuk market position tertentu. Dengan demikian analisis lingkungan internal akan meliputi analisis mengenai sumber daya manusia, kapabilitas dan kompetensi inti yang dimiliki oleh perusahaan. Masing-masing komponen dari analisis lingkungan internal sebagai berikut:
1. Sumber Daya (Resources)
a. Tangible, merupakan sumber daya yang terlihat atau berwujud dalam data keuangan dan mudah sekali diidentifikasi dan dievaluasi. Contohnya: Sumber daya Finansial : Kapasitas kredit perusahaan. Kemampuan menghasilkan dana internal, dan sebagainya.Sumber daya Fisik : Kecanggihan mesin pabrik. Lokasi pabrik atau lokasi usaha, dan sebagainya.Sumber daya Manusia : Pengalaman, loyalitas, pelatihan, komitmen, dan sebagainya.Sumber daya Organisasional : Sistem perencanaan, koordinasi, pengendalian, dan sebagainya
b. Intangible, merupakan sumber daya yang tidak terlihat pada neraca keuangan perusahaan misalnya teknologi, inovasi dan reputasi (performance). Contohnya:Sumber daya Teknologi: Persediaan teknologi: paten, merek dagang, hak cipta, dan sebagainya, Sumber daya untuk Inovasi: Kegiatan riset, kreativitas, dan sebagainya,Reputasi (performance): Merek, persepsi kualitas, hubungan baik dengan pemasok, dan sebagainya
c. Human Resources Perusahaan menilai sumber daya manusia atau karyawannya berdasarkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang untuk selanjutnya dikembangkan juga penilaian terhadap kemampuan para karyawan untuk bekerja sama secara lebih efektif.
2. Kapabilitas (Capability)
a. Pendekatan Fungsional, merupakan penentu kapabilitas perusahaan secara relative terhadap fungsi-fungsi utama perusahaan antara lain: pemasaran, penjualan dan distribusi, keuangan dan akuntansi, sumber daya manusia, produksi serta organisasi secara umum.
b. Pendekatan Rantai Nilai (Value Chain), kapabilitas yang didasarkan pada serangkaian kegiatan yang berurutan yang merupakan sekumpulan aktivitas nilai (value activities) yang dilakukan untuk mendesain, memproduksi, memasarkan, mengirim dan mendukung produk dan jasa.
3. Kompetensi Inti (Core Competence)
Ada dua pengertian mengenai kompetensi, yakni kompetensi individual dan kompetensi organisasi. Kompetensi individu meliputi pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills) dan kemampuan (abilities) yang dimiliki seseorang dalam suatu organisasi. Sedangkan kompetensi organisasi merupakan tindakan kolektif dari karakteristik kompetensi individu dalam tingkatan organisasi. Olson dan Bolton (2002) mengilustrasikan cakupan konsep kompetensi dalam literature organisasi yang diadaptasi oleh Green (1999). Dikemukakan bahwa kompetensi merujuk pada individu maupun organisasi. Karateristik individu meliputi pengetahuan teknis dan keterampilan (technical knowledge and skills) dan keterampilan kinerja, serta kompetensi penyumbang individu (performance skills and competencies of individual contributors).
Lebih lanjut kompetensi inti diperkenalkan oleh Hamel dan Prahalad (1999). Kompetensi inti merupakan sekumpulan keterampilan dan teknologi yang memungkinkan suatu perusahaan menyediakan manfaat tertentu kepada pelanggan agar bersaing lebih efektif.
Ada tiga parameter yang dapat diterapkan untuk mengidentifikasi kompetensi inti dalam perusahaan sebagai berikut:
Pertama, apakah kompetensi inti memberikan akses potensial kepada berbagai macam pasar. Sebagai contoh, perusahaan yang memiliki kompetensi ini dalam sistem layar monitor memungkinkan perusahaan tersebut menekuni berbagai bisnis seperti: TV mini, kalkulator, monitor untuk komputer dan laptop, dashboard mobil, dan sebagainya.
Kedua, apakah kompetensi inti dapat memberikan kontribusi signifikan pada kegunaan yang diterima pelanggan. Sebagai contoh, kompetensi Honda dalam mendesain dan membuat mesin yang irit bahan bakar dan tahan uji memberikan nilai yang tinggi bagi pelanggannya yang implikasinya membuat pelanggan enggan beralih kepada produsen lain.
Ketiga, apakah kompetensi inti yang dimiliki perusahaan membuat pesaing mengalami kesulitan untuk meniru (imitasi). Jika dihubungkan dengan kapabilitas, maka seluruh kompetensi inti merupakan kapabilitas dan sebaliknya tidak semua kapabilitas merupakan kompetensi inti. Hanya kapabilitas yang mempunyai kriteria tertentu yang dapat dikategorikan sebagian komptensi inti. Kemampuan atau kapabilitas merupakan kompetensi inti jika memenuhi empat kriteria, yakni:
a.Kemampuan yang Bernilai (Valuable Capabilities), yakni kemampuan yang memungkinkan perusahaan dapat memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancaman eksternal.
b.Kemampuan yang Langka (Rare Capabilities), yakni kemampuan yang hanya dimiliki oleh sangat sedikit pesaing, baik pesaing saat ini maupun pesaing yang akan datang.
c.Kemampuan yang Tidak Dapat Ditiru Secara Sempurna (Imperfectly Imitable Capabilities), yakni kemampuan yang tidak mudah dikembangkan oleh perusahaan lain.
d.Kemampuan yang Tidak Dapat Diganti (Nonsubstitutable Capabilities), yakni kemampuan yang sukar untuk digantikan.
Hal terpenting yang perlu dipahami bahwa kompetensi tidak harus dan tidak boleh dijadikan penghambat untuk berubah apabila perusahaan memang memerlukannya. Jika kompetensi inti yang lama berubah sejalan dengan globalisasi, perusahaan pun harus menemukan kompetensi yang baru. Karena jika tidak melakukan perubahan, dikuatirkan perusahaan tersebut akan mengalami kemunduran (competitive disadvantage). Hal ini dilakukan dengan mempertahankan dan menopang kompetensi inti yang telah ada dan secara simultan mengembangkan dan membentangkan apresiasi ke depan untuk menemukan dan menghasilkan kompetensi inti yang baru.
IV. PEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS
Untuk membahas permasalahan di atas perlu kita mulai dari analisa kasus lingkungan eksternal dan internal.
A. Lingkungan Eksternal
I. Lingkungan Umum
1. Ekonomi:
a. Salah satu objek wisata di Indonesia yang terletak di ibukota negara RI.
b. Komposisi kepemilikan saham:
1. Pemerintahan Daerah DKI = 68%
2. Pembangunan Jaya Ancol Tbk. = 17%
3. Masyarakat = 15%
c. Kinerja keuangan Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) periode 2005: Total Pendapatan yang dibukukan + Rp 650 miliar. Sumber pendapatan terbesar berasal dari sektor properti (30%), karcis Dunia Fantasi (20%), tiket pintu gerbang (20%), dan sisanya wahana lain di dalam kawasan Ancol (30%).
d. Pengeluaran keuangan selama tahun 2005 + Rp 440 miliar dengan perincian investasi dua wahana + Rp 300 miliar, biaya operasional dan bayar karyawan + Rp 110 miliar, dan biaya lain-lain + Rp 30 miliar.
2. Sosial: Lingkungan objek berada terdiri atas orang-orang dengan berbagai kultural, berbagai strata pendidikan dan beraneka ragam kondisi etnis yang majemuk.
3. Politik dan Hukum: Secara legal perusahaan berada di wilayah ibukota DKI Jakarta dan bekerja sama dalam hal kepemilikan saham dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta.
4. Teknologi:
a. Memiliki 28 wahana/gelanggang hiburan
b. Ice World sebagai wahana seakan-akan berada di Kutub Utara &Ice Skating
c. The Lost Kingdom yang merupakan revitalisasi Gelanggang Samudera
d. Wahana 1001 malam sebagai revitalisasi pertujukan lumba-lumba
e. Athlantic Water Adventures sebagai revitalisasi gelanggang renang
f. Wahana Dunia Fantasi (Dufan)
g. Jimbaran Café & Resto
h. Reklamasi pantai seluas 350 ha
i. Cordova Building, Apartemen Marina Residence, Housing Putri Duyung
5. Demografi:
a. Pasar Jakarta telah maksimal pada titik 10-12 juta orang
b. Distribusi geografis dengan meluncurkan program Kereta Wisata Ancol sehingga memudahkan warga sekitar Jakarta dari Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi menuju Ancol.
c. Lahan untuk dikembangkan terbatas tinggal 200 ha dari luas lahan
550 ha yang dikuasai.
II. Lingkungan Industri
1. Ancaman masuknya pendatang baru
a. Water Boom di Lippo Karawaci dan Lippo Cikarang (Groupnya Lippo)
b. Ocean Park Water Adventure di Bumi Serpong Damai, Tangerang
c. Taman Ria Remaja, Senayan Jakarta
d. Eldorado Cibubur, Bogor
2. Tingkat Rivalitas Di Antara Para Pesaing yang ada
a. Sentosa Island di Singapura
b. Genting Island di Malaysia
c. Disneyland di Hong Kong
d. Disneyland di Tokyo
e. Disneysea di Tokyo
f. Seaword Gold Coast di Australia
3. Tekanan dari Produk Pengganti
a. Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta (wisata budaya)
b. Taman Safari, Cisarua Bogor (wisata fauna)
c. Taman Mekar Sari, Bogor (wisata flora)
d. Kebun Binatang Ragunan, Pasar Minggu (wisata fauna)
e. Kebun Raya Bogor (wisata flora)
4. Kekuatan Tawar Menawar Pembeli (Substitusi)
a. Harga tiket masuk ke Ancol masih dianggap kelewat tinggi
b. Harga karcis masuk ke Dunia Fantasi (Dufan) yang masih dianggap mahal
5. Kekuatan Tawar-menawar Pemasok
Tidak terdapat keterangan pada diskripsi tugas yang diberikan.
B. Lingkungan Internal
1. Sumber Daya (Resources)
a. Tangible: Kinerja keuangan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) tahun 2005 yang memiliki pendapatan + Rp 650 miliar serta pengeluaran keuangan selama tahun 2005 sebesar + Rp 440 miliar.
b. Intangible: PJA melakukan berbagai inovasi serta melakukan pengembangan teknologi antara lain: 28 wahana/gelanggang hiburan, Ice World, Ice Skating, The Lost Kingdom, Wahana 1001 malam, Athlantic Water Adventures, Dunia Fantasi (Dufan), Jimbaran Café & Resto, Reklamasi pantai seluas 350 ha, Cordova Building, Apartemen Marina Residence, Housing Putri Duyung.
c. Sumber Daya Manusia (Human Resources) : Karyawan Ancol berjumlah 1150 orang yang bekerja dengan tenaga dimana perlu diubah pola pikirnya bekerja dengan hati. Faktor-faktor keamanan dan kebersihan yang masih relatif minim.
2. Kapabilitas (Capability)
a. Pendekatan Fungsional Ada empat strategi inisiatif yang menjadi pokok milestone yang dilakukan: Strategi yang terkait dengan keuangan, bisnis, sumber daya manusia (SDM), pengembangan SDM itu sendiri. Kemudian dari fungsi pemasaran terlihat bahwa PJA lemah pada pengembangan emotional branding meskipun Ancol telah memiliki good awarness.
b. Pendekatan Rantai Nilai (Value Chain) Berdasarkan hasil evaluasi masih ditemukan 130 milestones, yang artinya masih ada 130 pekerjaan lain yang harus diselesaikan oleh seluruh karyawan.
3. Kompetensi Inti (Core Competence) Kompetensi inti yang dapat diandalkan Ancol adalah sebagai edutainment centre, sehingga diharapkan 10 tahun mendatang menjadi Ancol Spectacular.
Ada tiga parameter yang dapat diimplementasikan untuk mengidentifikasi kompetensi inti Ancol sebagai berikut :
1. Apakah kompetensi inti Ancol dapat memberikan akses potensial kepada berbagai macam pasar. Kreativitas PJA mengembangkan sayap ke beberapa daerah untuk memberikan alternatif tujuan wisata baru. PJA juga melakukan reposisi Pasar Seni Ancol menjadi laboratorium seni yang diberi nama Ancol Art Academi untuk ruang edukasi, apresiasi, implementasi dan aplikasi karya seni, sehingga jika ingin belajar seni lukis, seni tari dan seni musik bisa dilakukan di laboratorium tersebut. Di kawasan Pantai Carnaval akan dilakukan pengembangan area konser, stadion musik berkapasitas 5-6 ribu orang dimana di sekeliling arena bakal ada mal dan kafe.
Hal ini membuktikan bahwa Ancol memiliki kompetensi inti yang dapat memberikan akses potensial kepada berbagai macam pasar.
2. Apakah kompetensi inti Ancol dapat memberikan kontribusi signifikan pada kegunaan yang diterima pelanggan. Kompetensi Ancol dalam mendesain dan membuat panorama alam dengan letaknya di tepi pantai yang memberikan nilai yang tinggi bagi pelanggannya di Jakarta dan sekitarnya: Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi dan daerah lainnya yang ingin menikmati panorama alam di pantai.
Hal ini membuktikan bahwa Ancol memiliki kompetensi inti yang dapat memberikan kontribusi signifikan pada kegunaan yang diterima pelanggan.
3. Apakah kompetensi inti yang dimiliki perusahaan Ancol membuat pesaing mengalami kesulitan untuk meniru (imitasi). Ancol bukanlah satu-satunya yang unik di mata pesaing, namun lahan di pinggir pantai yang harus disediakan cukup luas di Ancol + 550 ha serta modal yang dibutuhkan sangat besar akan membuat pesaing tidak mudah untuk meniru kompetensi inti Ancol.
Hal ini membuktikan kompetensi inti yang dimiliki perusahaan Ancol sangat sulit ditiru oleh pesaing.
Penilaian tentang Kesinambungan (sustainability) Kompetensi Inti
Kemampuan atau kapabilitas merupakan kompetensi inti jika memenuhi empat kriteria, yakni:
1.Kemampuan yang Bernilai (Valuable Capabilities) Pada aspek ini kompetensi inti Ancol menunjukan keseriusan untuk selalu melakukan perubahan dengan visi dan misi Ancol ke depan, yakni harus menjadi perusahaan pengembang kawasan wisata serta properti terbaik dan terbesar di Asia Tenggara dengan kompetensi inti yang diandalkan di Ancol adalah sebagai edutainment centre yang diharapkan 10 tahun mendatang menjadi Ancol Spectacular. Untuk meminimalkan ancaman eksternal perlu ditata kembali kesadaran untuk pelayanan kebersihan, keamanan serta keselamatan kerja baik bagi karyawan maupun pelanggan.
2.Kemampuan yang Langka (Rare Capabilities) .Pada aspek ini jelas terlihat bahwa Ancol Jakarta Bay City tidak memiliki banyak pesaing baik saat ini maupun masa yang datang karena dibutuhkan modal yang besar serta lahan yang sangat luas di tepi pantai serta letaknya yang sangat strategis di Jakarta sebagai ibukota negara RI.
a. Kemampuan yang Tidak Dapat Ditiru Secara Sempurna (Imperfectly Imitable Capabilities) Pada aspek ini, kompetensi inti Ancol bukanlah tidak dapat ditiru atau dibuat imitasinya secara sempurna (Imperfectly Imitable Capabilities) karena telah ada juga beberapa kawasan wisata dan hiburan di belahan negara lain seperti Genting Malaysia, Sentosa Island Singapore, serta Disneyland di California, Inggris, Paris, Belanda, Jerman, Swiss, Italia, Spanyol, Denmark, Tokyo, Hong Kong.
b. Kemampuan yang Tidak Dapat Diganti (Nonsubstitutable Capabilities) Pada aspek ini, terbukti Ancol memiliki kompetensi inti yang tidak dapat diganti dalam skala besar oleh pesaingnya di sekitar Jakarta baik dari aspek permodalan dan luasnya lahan. Namun untuk skala kecil dan menengah telah ada kawasan wisata dan hiburan yang dapat menggantikannya untuk menyerap pelanggan di masing-masing wilayah tersebut seperti Water Boom di kawasan Lippo Karawaci, Lippo Cikarang, Taman Mini Indonesia Indah, Eldorado Cibubur, Ocean Park Water Adventure di Bumi Serpong Damai, Tangerang.
V. KESIMPULAN
Dari pembahasan dan analisa kasus terhadap lingkungan internal dan eksternal PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. (PJA) sebagai pengelola Ancol Jakarta Bay City dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari analisis lingkungan internal diperoleh hasil bahwa perusahaan PT Pembangunan
Jakarta Ancol (PJA) memiliki posisi internal yang kuat.
2. Dari analisis lingkungan eksternal diperoleh hasil bahwa PT Pembangunan Jakarta
Ancol (PJA) telah mengimplementasikan strategi yang secara efektif memanfaatkan
peluang dan meminimalkan ancaman atau hambatan.
3. Ancol Jakarta Bay City memiliki kompetensi inti yang dapat memberikan akses
potensial kepada berbagai macam pasar.
4. Ancol Jakarta Bay City memiliki kompetensi inti yang dapat memberikan kontribusi
signifikan pada kegunaan yang diterima pelanggan.
5. Ancol Jakarta Bay City memiliki kompetensi inti yang sangat sulit ditiru oleh pesaing.
Sumber :
http://www.google.co.id/

Jumat, 28 Oktober 2011

Corporate Social Responsibility

Corporate Social Responsibility

Corporate Social Responsibility dalam bahasa Indonesia dikenal dengan tanggungjawab sosial perusahaan sedangkan di Amerika, konsep ini seringkali disamakan dengan corporate citizenship. Pada intinya, keduanya dimaksudkan sebagai upaya perusahaan untuk meningkatkan kepedulian terhadap masalah sosial dan lingkungan dalam kegiatan usaha dan juga pada cara perusahaan berinteraksi dengan stakeholder yang dilakukan secara sukarela. Selain itu, tanggungjawab sosial perusahaan diartikan pula sebagai komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan dan masyarakat setempat (local) dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan.
Dalam hal ini belum ada definisi tunggal mengenai pengertian dari CSR. Berikut ini adalah definisi-definisi dari CSR yang antara lain: The World Business Council for sustainable Development (WBCSD), lembaga internasional yang berdiri tahun 1995 dan beranggotakan lebih dari 120 perusahaan multinasional yang berasal dari 30 negara memberikan definisi CSR sebagai “continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”. Dalam hal ini, apabila diterjemahkan secara bebas kurang lebih berarti komitmen dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan.
Definisi lain mengenai CSR juga dilontarkan oleh World Bank yang memandang CSR sebagai “the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with amployees and their representatives the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development”. Apabila diterjemahkan secara bebas kurang lebih berarti komitmen dunia usaha untuk memberikan sumbangan guna menopang bekerjanya pembangunan ekonomi bersama karyawan dan perwakilan-perwakilan mereka dalam komunitas setempat dan masyarakat luas untuk meningkatkan taraf hidup, intinya CSR tersebut adalah baik bagi keduanya, untuk dunia usaha dan pembangunan. CSR forum juga memberikan definisi, “CSR mean open and transparent business practise that are based on ethical values and respect for employees, communities and environment”. Apabila diterjemahkan secara bebas, CSR berarti keterbukaan dan transparan dalam pelaksanaan usahanya yang dilandasi oleh nilai-nilai etika dan penghargaan kepada karyawan-karyawan, masyarakat setempat, dan lingkungan hidup.
Sementara itu sejumlah negara juga mempunyai definisi tersendiri mengenai CSR. Uni Eropa (EU Green Paper on CSR) mengemukakan bahwa “CSR is a concept whereby companies integrate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basic”. Apabila diterjemahkan secara bebas, CSR adalah suatu konsep untuk integritas sosial perusahaan dan memperhatikan masalah lingkungan dalam operasional usahanya dan melakukan hubungan interaksi dengan stakeholders yang didasari kesukarelaan. Dalam hal ini, menurut Yusuf Wibisono, CSR didefinisikan sebagai tanggung jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
UUPT juga mengatur ketentuan mengenai CSR. Pengertian CSR diatur di dalam Pasal 1 butir (3) UUPT, dalam hal ini CSR disebut sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) yang berarti komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Mengenai pelaksanaan CSR ini harus dimuat di dalam laporan tahunan perseroan yang disampaikan oleh direksi daft ditelaah oleh dewan komisaris yang mengharuskan memuat laporan pelaksanaan tangung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 66 ayat (2) huruf c UUPT). Dalam hal ini, UUPT mewajibkan bagi setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usaha di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Hal ini ditegaskan. dalam Pasal 74 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Dalam hal ini, tanggung jawab sosial dan lingkungan menipakan kewajiban perseroen yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran (Pasal 74 ayat (2) UUPT). Selanjutnya, dinyatakan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 74 ayat (3) UUPT).
Tanggungjawab sosial perusahaan terkait dengan nilai dan standar yang dilakukan berkenaan dengan beroperasinya sebuah perusahaan (corporate), maka CSR didefinisikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal, dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas (Sankat, Clement K 2002). Dalam berbagai wacana Corporate Social Responsibility dapat diartikan secara luas dan universal seperti berikut:
1. World Business Council for Sustainable Development
Komitmen berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan karyawan dan keluargnya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya.
2. International Finance Corporation
Komitmen dunia bisnis untuk memberi kontribusi terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan melalui kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kehidupan mereka melalui cara-cara yang baik bagi bisnis maupun pembangunan.
3. Institute of Chartered Accountants, England and Wales
Jaminan bahwa organisasi-organisasi pengelola bisnis mampu memberi dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, seraya memaksimalkan nilai bagi para pemegang saham (shareholders) mereka.
4. European Commission
Sebuah konsep dengan mana perusahaan mengintegrasikan perhatian terhadap sosial dan lingkungan dalam operasi bisnis mereka dan dalam interaksinya dengan para pemangku kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan.
5. CSR Asia
Komitmen perusahaan untuk beroperasi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip ekonomi, sosial dan lingkungan, seraya menyeimbangkan beragam kepentingan para stakeholders.
6. ISO 26000 mengenai Guidance on Social Responsibility
Tanggung jawab sebuah organisasi terhadap dampak-dampak dari keputusan-keputusan dan kegiatan-kegiatannya pada masyarakat dan lingkungan yang diwujudkan dalam bentuk perilaku transparan dan etis yang sejalan dengan pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat; mempertimbangkan harapan pemangku kepentingan, sejalan dengan hukum yang ditetapkan dan norma-norma perilaku internasional; serta terintegrasi dengan organisasi secara menyeluruh (draft 3, 2007).
Tanggungjawab sosial merupakan Pasal yang tidak dapat dipisahkan dari good corporate governance karena pelaksanaan Corporate Social Responsibility merupakan Pasal dari salah satu prinsip yang berpengaruh dalam good corporate governance. Pada dasarnya ada lima prinsip dalam good corporate governance, yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Kesetaraan dan Kewajaran.
Prinsip yang berkaitan erat dengan CSR adalah Responsibilitas yang merupakan aspek pertanggungjawaban dari setiap kegiatan perusahaan untuk melaksanakan prinsip corporate social responsibility karena dalam berusaha, sebuah perusahaan tidak akan lepas dari masyarakat sekitar, ditekankan juga pada signifikasi filantrofik yang diberikan dunia usaha kepada kepentingan pihak-pihak eksternal dimana perusahaan diharuskan memperhatikan kepentingan stakeholder perusahaan, menciptakan nilai tambah (value added) dari produk dan jasa, dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya.
Diluar itu, lewat prinsip responsibility diharapkan membantu pemerintah dalam mengurangi kesenjangan pendapatan dan kesempatan kerja pada segmen masyarakat yang belum mendapatkan manfaat dari mekanisme pasar. Corporate Social Responsibility sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggungjawab yang berpijak pada single bottom line yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial saja) tetapi harus berpijak pada triple bottom lines, dimana bottom lines selain financial juga adalah sosial dan lingkungan. Karena kondisi keuangan saja tak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable).
Berdasarkan standar dari Bank Dunia maka CSR meliputi beberapa komponen utama yakni (1) perlindungan lingkungan (2) jaminan kerja (3) Hak Asasi Manusia (4) interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat (5) standar usaha (6) pasar (7) pengembangan ekonomi dan badan usaha (8) perlindungan kesehatan (9) kepemimpinan dan pendidikan (10) bantuan bencana kemanusiaan. Bagi perusahaan yang berupaya untuk membangun citra positif perusahaannya, maka kesepuluh komponen tersebut harus diupayakan pemenuhannya.
Dampak dari pendirian perusahaan oleh pemilik modal yang tergabung dalam sebuah corporation salah satunya adalah muncul kesenjangan antara pihak perusahaan (corporate) dengan masyarakat setempat yang dapat mempengaruhi kestabilan negara, disisi lain pemerintah terkadang tidak bisa berbuat banyak dalam memenui semua tuntutan masyarakat yang merasa hak-hak atas daerahnya dilanggar termasuk hak asasi seperti terusiknya tempat tinggal dan berkurangnya mata pencarian anggota masyarakat disekitar perusahaan. Dalam meminimalisir akibat tersebut, peran dari program corporate social responsibility sangat besar.
Tanggung jawab sosial didefinisikan sebagai: “The way in which a business behaves towards other groups or individuals in its social environment: customer, other business, employees and investors”. Dengan dipenuhinya kewajiban-kewajiban ini maka perusahaan telah melakukan kegiatannya secara berkelanjutan dan tidak merugikan kepentingan para stakeholdernya. Perusahaan dalam mencari laba diperbolehkan, tetapi jangan pula mengabaikan hak-hak yang terkandung dan dimiliki oleh konsumen, investor dan masyarakat. Lebih dari itu ketika pembangunan perusahaan telah sesuai dengan kawasan peruntukannya, maka pengusaha perlu melaksanakan berbagai kewajiban untuk meminimalisir kerugian yang dialami konsumen, karyawan, investor, maupun kerusakan kualitas lingkungan hidup antara lain :
a. Kewajiban terhadap konsumen
- Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan produk yang aman.
- Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi tentang spesifikasi produk yang dijual perusahaan, antara lain dengan mencantumkan label yang benar.
- Konsumen memiliki hak untuk didengarkan, perusahaan dapat membuka kontak pelanggan melalui kotak pos atau nomor telepon.
- Konsumen memiliki hak untuk dapat dapat memilih barang yang mereka beli.
- Kolusi dalam penetapan harga yang merugikan konsumen tidak dilakukan.
- Kampanye iklan tidak dilakukan secara berlebihan.
- Kampanye iklan diikuti oleh produksi dan distribusi produk sesuai dengan pesan-pesan iklan.
- Kampanye iklan perlu memperhatikan faktor berikut ini: tidak menayangkan materi iklan yang menonjolkan anak-anak sedang merokok, mencantumkan kandungan kalori lemah kolesterol dalam makanan, komponen vitamin, dan unsur-unsur minuman kesehatan, menayangkan dengan gencar produk konsumsi yang tidak layak dan tidak halal untuk dikonsumsi, memberikan iming-iming hadiah jika membeli produk dengan gencar, materi iklan dan film yang tidak baik untuk ditonton oleh anak-anak dan bersifat pornografi.
b. Kewajiban terhadap karyawan
- Melakukan proses seleksi dan penempatan pegawai secara transparan dengan mengajak para calon pegawai dari sekitar komunitas untuk berpartisipasi.
- Memberikan posisi jabatan dan balas jasa gaji dan pengupahan, serta promosi jabatan tanpa memandang agama, gender, suku bangsa, senioritas dan asal negara.
- Mematuhi peraturan dan UU ketenagakerjaan yang dikeluarkan oleh Pemerintah.
c. Kewajiban terhadap investor
- Meniadakan berbagai potensi kecurangan yang mungkin timbul di perusahaan terhadap investor.
- Menghindari praktek pembuatan laporan keuangan yang disemir dan tidak sesuai dengan standar pelaporan akuntansi yang berlaku.
- Tidak melakukan perbuatan ilegal seperti mengeluarkan cek kosong dan proses pencucian uang (money laundry).
- Tidak melakukan proses “insider trading” dalam menjual surat berharga perusahaan.
- Mematuhi ketentuan tentang GAAP (Generally Accepted Accounting Practices), ketentuan pasar modal bagi para emiten dan pedoman GCG yang diberlakukan perusahaan.
d. Kewajiban terhadap Masyarakat dan Lingkungan Hidup
- Menjalankan program community social responsibility, khususnya yang berkaitan dengan pelestarian kualitas lingkungan hidup.
- Memperhitungkan dampak lintas sektor dalam proses produksi dengan memanfaatkan bahan baku alam secara berkelanjutan.
- Menerapkan prinsip SIDEC, Sustainabilitas, Interdependence, Diversitas, Equity, Cohesion dalam pengelolaan dan pemanfaatan lingkungan alam.
- Mengembangkan pola hidup “kekitaan” ketimbang “keakuan” (Emil Salim).
- Menghasilkan proses produksi dengan mengoptimalkan upaya renewable resources, daur ulang non-renewable resources, mengupayakan zero-waste clean technology; dan pemanfaatan tataruang dan proses produksi dengan sedikit limbah dan polusi.
Langkah yang tidak kalah pentingnya adalah membentuk departemen khusus tersendiri yang bertugas menjalankan konsep CSR sehingga upaya ini dapat dilakukan dengan fokus dan terarah, dan last but not least adanya prioritas di bidang kesehatan juga merupakan hal yang tidak dapat dikesampingkan, sehingga CSR tidak hanya sebatas konsep untuk mendapatkan kesan baik atau citra positif semata melainkan benar-benar merupakan realisasi dari niat baik perusahaan sebagai Pasal dari masyarakat.
Sumber :
http://www.google.co.id/

Kamis, 27 Oktober 2011

TEORI-TEORI ETIKA BISNIS

1. Pengertian Etika
Etika berasal dari kata Yunani “Ethos” (jamak – ta etha), berarti adat istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat.
Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi lain.
Pengertian etika = moralitas
Moralitas berasal dari kata Latin Mos (jamak- Mores) berarti adat istiadat atau kebiasaan. Pengertian harfiah dari etika dan moralitas sama-sama berarti sistem nilai tentang bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia yang telah di institusionalkan dalam sebuah adat kebiasaan yang kemudian terwujud dalam pola perilaku yang baik dan terulang dalam kurun waktu yang lama.
Etika Sebagai Filsafat Moral
Etika sebagai filsafat moral tidak langsung member perintah konkret sebagai pegangan siap pakai. Etika dapat dirumuskan sebagai refleksi kritis dan rasional mengenai :

a. Nilai dan norma yang menyangkut bagaimana manusia harus hidup baik sebagai manusia.
b. Masalah kehidupan manusia dengan mendasarkan diri pada nili dan norma moral yang umum diterima.

Etika sebagai sebuah ilmu yang terutama menitik beratkan refleksi kritis dan rasional :

a. Mempersoalkan apakah nilai dan norma moral tertentu memang harus dilaksanakan dalam situasi konkret terutama yang dihadapi seseorang.
b. Etika mempersoalkan apakah suatu tindakan yang kelihatan bertentangan dengan nilai dan norma moral tertentu harus dianggap sebagai tindakan yang tidak etis.

Etika sebagai ilmu menuntut orang untuk berperilaku moral secara kritis dan rasional. Dengan menggunakan bahasa Nietzcshe, etika sebagai ilmu menghimbau orang untuk memiliki moralitas tuan dan bukan moralitas hamba. Dalam bahasa Kant, etika berusaha menggugah kesadaran manusia untuk bertindak secara otonom dan bukan secara berotonom. Etika bermaksud membantu manusia untuk bertindak secara bebas tetapi dapat dipertanggung jawabkan.
2. Tiga Norma Umum
Norma à memberi pedoman tentang bagaimana kita harus hidup dan bertindak secara baik dan tepat, sekaligus menjadi dasar bagi penilaian mengenai baik buruknya perilaku dan tindakan kita.
Macam Norma :
a. Norma Khusus
b. Norma Umum
- Norma Sopan santun
- Norma Hukum
- Norma Moral
Norma-norma Khusus adalah aturan yang berlaku dalam bidang kegiatan atau kehidupan khusus, misalnya aturan olah raga, aturan pendidikan dan lain-lain
Norma-norma Umum sebaliknya lebih bersifat umum dan sampai pada tingkat tertentu boleh dikatakan bersifat universal.
Norma Sopan santun / Norma Etiket adalah norma yang mengatur pola perilaku dan sikap lahiriah dalam pergaulan sehari-hari
Etika tidak sama dengan Etiket. Etiket hanya menyangkut perilaku lahiriah yang menyangkut sopan santun atau tata krama
Norma Hukum adalah norma yang dituntut keberlakuannya secara tegas oleh masyarakat karena dianggap perlu dan niscaya demi keselamatan dan kesejahteraan manusia dalam kehidupan bermasyarakat.
Norma hukum ini mencerminkan harapan, keinginan dan keyakinan seluruh anggota masyarakat tersebut tentang bagaimana hidup bermasyarakat yang baik dan bagaimana masyarakat tersebut harus diatur secara baik
Norma Moral, yaitu aturan mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia.
Norma moral ini menyangkut aturan tentang baik buruknya, adil tidaknya tindakan dan perilaku manusia sejauh ia dilihat sebagai manusia.
Ada beberapa ciri utama yang membedakan norma moral dari norma umum lainnya ( kendati dalam kaitan dengan norma hukum ciri-ciri ini bisa tumpang tindih) :
a. Kaidah moral berkaitan dengan hal-hal yang mempunyai atau yang dianggap mempunyai konsekuensi yang serius bagi kesejahteraan, kebaikan dan kehidupan manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai kelompok.
b. Norma moral tidak ditetapkan dan/atau diubah oleh keputusan penguasa tertentu. Norma moral dan juga norma hukum merupakan ekspresi, cermin dan harapan masyarakat mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Berbeda dengan norma hukum, norma moral tidak dikodifikasikan, tidak ditetapkan atau diubah oleh pemerintah. Ia lebih merupakan hukum tak tertulis dalam hati setiap anggota masyarakat, yang karena itu mengikat semua anggota dari dalam dirinya sendiri
Norma moral selalu menyangkut sebuah perasaan khusus tertentu, yang oleh beberapa filsuf moral disebut sebagai perasaan moral (moral sense)
3. Teori Etika
A. Etika Teleologi
dari kata Yunani, telos = tujuan, Mengukur baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu berdasarkan akibatnya yang ditimbulkan atas tindakan yang dilakukan. Suatu tindakan dinilai baik, jika bertujuan mencapai sesuatu yang baik,atau akibat yang ditimbulkannya baik dan bermanfaat. Misalnya : mencuri sebagai etika teleology tidak dinilai baik atau buruk. berdasarkan tindakan itu sendiri, melainkan oleh tujuan dan akibat dari tindakan itu. Jika tujuannya baik, maka tindakan itu dinilai baik. Contoh seorang anak mencuri untuk membiayai pengobatan ayahnya yang sedang sakit, tindakan ini baik untuk moral kemanusian tetapi dari aspek hukum jelas tindakan ini melanggar hukum. Sehingga etika teologi lebih bersifat situasional, karena tujuan dan akibatnya suatu tindakan bisa sangat bergantung pada situasi khusus tertentu. Karena itu setiap norma dan kewajiban moral tidak bisa berlaku begitu saja dalam situasi sebagaimana dimaksudkan.
Dua aliran etika teleologi :
- Egoisme Etis
- Utilitarianisme
- Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri.
Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya.
Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
- Utilitarianisme
berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
Utilitarianisme , teori ini cocok sekali dengan pemikiran ekonomis, karena cukup dekat dengan Cost-Benefit Analysis. Manfaat yang dimaksudkan utilitarianisme bisa dihitung sama seperti kita menghitung untung dan rugi atau kredit dan debet dalam konteks bisnis
Utilitarianisme, dibedakan menjadi dua macam :
a. Utilitarianisme Perbuatan (Act Utilitarianism)
b. Utilitarianisme Aturan (Rule Utilitarianism)
Prinsip dasar utilitarianisme (manfaat terbesar bagi jumlah orang terbesar) diterpakan pada perbuatan.
Utilitarianisme aturan membatasi diri pada justifikasi aturan-aturan moral.
B. Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’ yang berarti kewajiban.
‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab : ‘karena perbuatan pertama menjadi kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’.
Yang menjadi dasar baik buruknya perbuatan adalah kewajiban.
Pendekatan deontologi sudah diterima dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang terpenting.
Ada tiga prinsip yg harus dipenuhi :
(1) Supaya tindakan punya nilai moral, tindakan ini harus dijalankan berdasarkan kewajiban.
(2) Nilai moral dari tindakan ini tidak tergantung pada tercapainya tujuan dari tindakan itu melainkan tergantung pada kemauan baik yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan itu, berarti kalaupun tujuan tidak tercapai, tindakan itu sudah dinilai baik.
(3) Sebagai konsekuensi dari kedua prinsip ini, kewajiban adalah hal yang niscaya dari tindakan yang dilakukan berdasarkan sikap hormat pada hukum moral universal.
Bagi Kant, Hukum Moral ini dianggapnya sbg perintah tak bersyarat (imperatif kategoris), yg berarti hukum moral ini berlaku bagi semua orang pada segala situasi dan tempat.
Perintah Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan kalau orang menghendaki akibatnya, atau kalau akibat dari tindakan itu mrpk hal yg diinginkan dan dikehendaki oleh orang tsb.
Perintah Tak Bersyarat adalah perintah yg dilaksanakan begitu saja tanpa syarat apapun, yaitu tanpa mengharapkan akibatnya, atau tanpa mempedulikan apakah akibatnya tercapai dan berguna bagi orang tsb atau tidak. Contoh : jika seseorang diberi tugas dan melaksanakannya sesuai dengan tugas maka itu dianggap benar, sedang dikatakan salah jika tidak melaksanakan tugas.

Sumber :

http://www.google.co.id/

Senin, 10 Oktober 2011

etika bisnis

• Apa itu “etika bisnis”?
• Apa saja enam tingkatan dalam membangun moral?
• Perlukah standar moral diaplikasikan dalam bisnis?
• Kapan seseorang secara moral bertanggung jawab untuk perbuatan salahnya?

Tidak ada cara yang paling baik untuk memulai penelaahan hubungan antara etika dan bisnis selain dengan mengamati, bagaimanakah perusahaan riil telah benar-benar berusaha untuk menerapkan etika ke dalam bisnis. Perusahaan Merck and Company dalam menangani masalah “river blindness” sebagai contohnya ;
River blindness adalah penyakit sangat tak tertahankan yang menjangkau 18 juta penduduk miskin di desa-desa terpencil di pinggiran sungai Afrika dan Amerika Latin.
Penyakit dengan penyebab cacing parasit ini berpindah dari tubuh melalui gigitan lalat hitam. Cacing ini hidup dibawah kulit manusia, dan bereproduksi dengan melepaskan jutaan keturunannya yang disebut microfilaria yang menyebar ke seluruh tubuh dengan bergerak-gerak di bawah kulit, meninggalkan bercak-bercak, menyebabkan lepuh-lepuh dan gatal yang amat sangat tak tertahankan, sehingga korban kadang-kadang memutuskan bunuh diri.

Pada tahun 1979, Dr. Wiliam Campbell, ilmuwan peneliti pada Merck and Company, perusahaan obat Amerika, menemukan bukti bahwa salah satu obat-obatan hewan yang terjual laris dari perusahaan itu, Invernectin, dapat menyembuhkan parasit penyebab river blindness. Campbell dan tim risetnya mengajukan permohonan kepada Direktur Merck, Dr. P. Roy Vagelos, agar mengijinkan mereka mengembangkan obat tersebut untuk manusia.

Para manajer Merck sadar bahwa kalau sukses mengembangkan obat tersebut, penderita river blindness terlalu miskin untuk membelinya. Padahal biaya riset medis dan tes klinis berskala besar untuk obat-obatan manusia dapat menghabiskan lebih dari 100 juta dollar.
Bahkan, kalau obat tersebut terdanai, tidak mungkin dapat mendistribusikannya, karena penderita tinggal di daerah terpencil. Kalau obat itu mengakibatkan efek samping, publisitas buruk akan berdampak pada penjualan obat Merck. Kalau obat murah tersedia, obat dapat diselundupkan ke pasar gelap dan dijual untuk hewan,sehingga menghancurkan penjualan Invernectin ke dokter hewan yang selama ini menguntungkan.
Meskipun Merck penjualannya mencapai $2 milyar per tahun, namun pendapatan bersihnya menurun akibat kenaikan biaya produksi, dan masalah lainnya, termasuk kongres USA yang siap mengesahkan Undang-Undang Regulasi Obat yang akhirnya akan berdampak pada pendapatan perusahaan. Karena itu, para manajer Merck enggan membiayai proyek mahal yang menjanjikan sedikit keuntungan, seperti untuk river blindness. Namun tanpa obat, jutaan orang terpenjara dalam penderitaan menyakitkan. Setelah banyak dilakukan diskusi, sampai pada kesimpulan bahwa keuntungan manusiawi atas obat untuk river blindness terlalu signifikan untuk diabaikan. Keuntungan manusiawi inilah, secara moral perusahaan wajib mengenyampingkanbiaya dan imbal ekonomis yang kecil. Tahun 1980 disetujuilah anggaran besar untuk mengembangkan Invernectin versi manusia.
Tujuh tahun riset mahal dilakukan dengan banyak percobaan klinis, Merck berhasil membuat pil obat baru yang dimakan sekali setahun akan melenyapkan seluruh jejak parasit penyebab river blindness dan mencegah infeksi baru. Sayangnya tidak ada yang mau membeli obat ajaib tersebut, termasuk saran kepada WHO, pemerintah AS dan pemerintah negara-negara yang terjangkit penyakit tersebut, mau membeli untuk melindungi 85 juta orang beresiko terkena penyakit ini, tapi tak satupun menanggapi permohonan itu. Akhirnya Merck memutuskan memberikan secara gratis obat tersebut, namun tidak ada saluran distribusi untuk menyalurkan kepada penduduk yang memerlukan. Bekerjasama dengan WHO, perusahaan membiayai komite untuk mendistribusikan obat secara aman kepada negara dunia ketiga, dan memastikan obat tidak akan dialihkan ke pasar gelap dan menjualnya untuk hewan. Tahun 1996, komite mendistribusikan obat untuk jutaan orang, yang secara efektif mengubah hidup penderita dari penderitaan yang amat sangat, dan potensi kebutaan akibat penyakit tersebut. Merck menginvestasikan banyak uang untuk riset, membuat dan mendistribusikan obat yang tidak menghasilkan uang, karena menurut Vegalos pilihan etisnya adalah mengembangkannya, dan penduduk dunia ketiga akan mengingat bahwa Merck membantu mereka dan akan mengingat di masa yang akan dating. Selama bertahun-tahun perusahaan belajar bahwa tindakan semacam itu memiliki keuntungan strategis jangka panjang yang penting.

Para ahli sering berkelakar, bahwa etika bisnis merupakan sebuah kontradiksi istilah karena ada pertentangan antara etika dan minat pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan daripada etika.
Buku Business Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi bisnis jangka panjang terbaik bagi perusahaan – sebuah pandangan yang semakin diterima dalam beberapa tahun belakangan ini.

1.1.ETIKA BISNIS DAN ISU TERKAIT
Menurut kamus, istilah etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya adalah “prinsip tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua menurut kamus – lebih penting – etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun etika berkaitan dengan moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri, sedangkan moralitas merupakan subjek.

A. Moralitas
Moralitas adalah pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat.
Pedoman moral mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan yang kita yakini benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada objek-objek yang kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral seperti “selalu katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai moral biasanya diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau ciri-ciri objek yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”. Standar moral pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman, pengaruh kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan perkumpulan.

Hakekat standar moral :

Standar moral berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan secara serius atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
Standar moral tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif tertentu.
Standar moral harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya) kepentingan diri.
Standar moral berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
Standar moral diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
Standar moral, dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan yang kita anggap mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik bukan otoritas, melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu dan dengan emosi dan kosa kata tertentu.


B. Etika
Etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Ia mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam kehidupan kita dan apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu apakah didukung dengan penalaran yang bagus atau jelek.
Etika merupakan penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau masyarakat untuk menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk diterapkan dalam situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah mengembangkan bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut.
Etika merupakan studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar yang benar atau yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika mencoba mencapai kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral yang baik dan jahat.

C. Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis.
Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam system dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

D. Penerapan Etika pada Organisasi Perusahaan
Dapatkan pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban diterapkan terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai perilaku moral yang nyata?
Ada dua pandangan yang muncul atas masalah ini :

Ekstrem pertama, adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang mengikat, organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka lakukan, kita dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam pengertian yang sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua, adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal berpikir bahwa organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral. Organisasi bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta mentaati peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih tidak masuk akal untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena ia gagal mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal bertindak secara moral.

Karena itu, tindakan perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia, indivdu-individulah yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan tanggung jawab moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan perusahaan karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan perilaku mereka. Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan tindakan yang dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak secara moral, hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara bermoral.

E. Globalisasi, Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
Globalisasi adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi serta sosial negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang, jasa, modal, pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan saling berpindah dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa komponen, termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar terbuka dunia, kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan pelayaran global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF, dan lain sebagainya.
Perusahaan multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab dalam transaksi internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi administrasi di beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang melakukan kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang berbeda.
Karena perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya dan standar yang berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan melanggar norma dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.

F. Etika Bisnis dan Perbedaan Budaya
Relativisme etis adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan etis yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung kepada pandangan masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan bahwa tidak ada standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus diterapkan terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat.
Dalam penalaran moral seseorang, dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam masyarakat manapun dimana dia berada.
Pandangan lain dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral tertentu yang harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan terus berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif.
Relativisme etis mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan moral yang berbeda, dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan moral kebudayaan lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.

G. Teknologi dan Etika Bisnis
Teknologi yang berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat dan bisnis, dan menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah revolusi dalam bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa perubahan radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak, kemampuan menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya tidak terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan setumpuk persoalan etis baru yang menarik.

1.2 PERKEMBANGAN MORAL DAN PENALARAN MORAL

A. Perkembangan Moral
Riset psikologi menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang dapat berubah ketika dewasa. Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apa yang salah, dan patuh untuk menghindari hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja, standar moral konvensional secara bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap ini didasarkan pada pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya sebagian manusia dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan merefleksikan secara kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman, budaya atau agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih memperhatikan kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian terhadap orang lain dengan perhatian terhadap diri sendiri.
Menurut ahli psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun, menyimpulkan, bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang teridentifikasi dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu moral. Tahapannya adalah sebagai berikut :

1) Level satu : Tahap Prakonvensional
Pada tahap pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan dapat menerapkan label-label baik, buruk, benar dan salah.
Tahap satu : Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Pada tahap ini, konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan atau keburukan tindakan itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk menghindari hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.
Tahap dua : Orientasi Instrumen dan Relativitas
Pada tahap ini, tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument untuk memuaskan kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan anak itu.
by search google.com

Sabtu, 04 Juni 2011

Karya Ilmiah

Tugas Bahasa Indonesia II
Reza Hujjajun Nugraha
3EA06/11208030
Blog :http://hujjajun.blogspot.com/

Karya Ilmiah
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Seiring dengan kemajuan pesat dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi, bidang telekomunikasi juga mengalami kemajuan yang cukup pesat. Komunikasi merupakan suatu hal yang penting yang dianggap mampu membantu hidup manusia. Sejak ditemukannya alat komunikasi, gerak hidup manusia menjadi berubah lebih mudah dan terasa dekat.
Semakin lama pola pikir konsumen berubah seiring perkembangan jaman. Konsumen yang dulunya hanya menggunakan alat komunikasi, disebut telepon, kini mulai beralih menggunakan telepon seluler, sehingga perusahaan penyedia jasa layanan telekomunikasi dapat mengambil peluang baru dari keinginan-keinginan dan kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi Pilihan-pilihan teknologi telekomunikasi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Salah satunya telepon seluler yang berbasis teknologi CDMA (Code Division Multiple Access) yang beroperasi menggunakan lisensi telepon saluran tetap
(fixed wireless) memiliki tarif jauh lebih rendah (sama dengan tarif telepon tetap/ fixed line) dibanding dengan tarif telepon seluler yang berbasis GSM.
Teknologi CDMA juga menyediakan kapasitas suara dan komunikasi data, memungkinkan lebih banyak pelanggan untuk terhubungkan pada waktu bersamaan serta memungkinkan untuk tugas-tugas multimedia. Teknologi CDMA mengkonsumsi tenaga listrik yang kecil sehingga memungkinkan untuk memperpanjang daya tahan baterai dan waktu bicara dapat lebih lama.
Selain itu, rancangan teknologi CDMA menjadikan CDMA aman dari upaya penyadapan.
Melihat kondisi konsumen seperti itu, perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi mulai berlomba-lomba mengeluarkan kartu Sim Card (isi dari telepon seluler) dengan jenis CDMA demi memuaskan konsumen.
PT. Bakrie Telecom tbk, adalah perusahaan operator telekomunikasi berbasis CDMA di Indonesia. Bakrie Telecom memiliki produk layanan dengan nama produk Esia serta wifone. Perusahaan ini sebelumnya dikenal dengan nama PT Ratelindo, yang didirikan pada bulan Agustus 1993 sebagai anak peruahaan PT Bakrie & Brothers Tbk yang bergerak dalam bidang telekomunikasi di DKI Jakarta, Banten dan Jawa barat berbasis Extended Time Division Multiple Access (ETDMA). Pada bulan September 2003, PT Ratelindo berubah nama menjadi PT Bakrie Telecom, yang kemudian bermigrasi ke CDMA2000-1x, dan memulai meluncurkan produk Esia.
Pada awalnya jaringan Esia hanya dapat dinikmati di Jakarta, Banten dan Jawa Barat, namun sampai akhir 2007 telah menjangkau 26 kota di seluruh Indonesia dan terus berkembang ke kota-kota lainnya. Esia, salah satu produk telepon tetap nirkabel (fixed wireless) yang dikembangkan dan diselenggarakan oleh PT Bakrie Telecom, Sabtu besok resmi mulai beroperasi di Bandung. Anak perusahaan PT Bakrie & Brothers Tbk tersebut menginvestasikan sedikitnya 8 juta dolar AS untuk membangun jaringan dan layanan penjualan Esia di daerah tersebut.
Salah satu strategi yang digunakan oleh perusahaan Bakrie telcom untuk menawarkan produk ESIA agar menarik minat konsumen terhadap produk tersebut adalah melalui iklan. Seiring pertumbuhan ekonomi, iklan menjadi sangat penting karena konsumen potensial akan memperhatikan iklan dari produk yang ia akan beli. Fungsi iklan selain sebagai promosi juga berfungsi (Kotler :2000); menginformasikan suatu produk atau jasa ataupun profit perusahaan dan sebagai media untuk mengingatkan konsumen terhadap suatu produk atau jasa.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh persepsi produk/pesan terhadap minat beli?
2. Untuk menganalisis pengaruh persepsi terhadap sumber/model terhadap
Minat beli?
3. Untuk menganalisis pengaruh persepsi terhadap iklan terhadap minat beli?
1.3 Ruang Lingkup Penelitian
Dari latar belakang masalah, perumusan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi produk/pesan berpengaruh pada minat beli?
2.Bagaimana persepsi terhadap sumber/model berpengaruh pada minat beli?
3. Bagaimana persepsi terhadap iklan berpengaruh pada minat beli?
1.4 Kerangka Teori
Semakin majunya perekonomian dan teknologi, berkembang pula strategi yang harus dijalankan perusahaan, khususnya dibidang pemasaran. Untuk itu perusahaan perlu memahami atau mempelajari perilaku konsumen dalam hubungannya dengan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Dalam menentukan jenis produk atau jasa,konsumen selalu mempertimbangkan tentang produk atau jasa apa yang dibutuhkan, hal ini dikenal dengan perilaku konsumen.
Menurut Schiffman, Kanuk (2007) Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah perilaku yang ditunjukan dalam mencari, membeli, menggunakan, menilai, dan menentukan produk, jasa, dan gagasan.
1.5 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah sendiri oleh suatu organisasi atau perorangan langsung dari obyeknya. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari jawaban responden yang disebar melalui responden.
1.6 Metode dan Teknik
Data yang diolah dalam rangka pengujian hipotesis berupa data primer yang diperoleh dari hasil tanggapan responden atas daftar pertanyaan (kuesioner) yang bersifat tertutup yang disebarkan kepada responden. Tahap pertama peneliti menyebar 30 kuesioner guna pengujian pendahuluan (pretest), tujuan dari pretest adalah confirmatory kuesioner, alat analisis untuk pretest adalah Faktor Analisis. Setelah kuesioner dinyatakan valid dan reliable, kuesioner tersebut layak untuk disebarkan pada sampel besar.
1.7 Sistematika Penyajian
Menurut schiffman dan kanuk (2007), Persepsi (Perception) adalah Proses bagi seorang individu untuk memilih, mengatur, dan menafsirkan stimuli menjadi sebuah gambar dunia yang berart, dan berkaitan secara logis.
1. Persepsi Produk
Persepsi produk tertuju pada produk yang dibuat dalam komunikasi. Perhatian berfokus pada dua tipe respon yaitu argumen yang mendukung (support argument) dan argumen yang menentang (counter argument) Belch dan Belch (1995).
2. Persepsi Model
Persepsi model iklan tertuju pada sumber atau model yang mengkomunikasikan iklan. Respon paling kritis dari konsumen adalah penghinaan sumber/model atau persepsi negatif terhadap model.
3. Persepsi Terhadap Iklan
Persepsi terhadap iklan tertuju pada iklan itu sendiri. Pada saat melihat iklan, banyak konsumen yang tidak memperhatikan klaim produk dan atau pesan secara langsung, Tetapi reaksi afektif menimbulkan perasaan terhadap iklan.
4. Minat Beli
Minat beli merupakan kecenderungan konsumen untuk membeli suatu merek atau mengambil tindakan yang berhubungan dengan pembelian yang diukur dengan tingkat kemungkinan konsumen melakukan pembelian (Assael, 2001).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perilaku Konsumen
Semakin majunya perekonomian dan teknologi, berkembang pula strategi yang harus dijalankan perusahaan, khususnya dibidang pemasaran. Untuk itu perusahaan perlu memahami atau mempelajari perilaku konsumen dalam hubungannya dengan pembelian yang dilakukan oleh konsumen tersebut. Dalam menentukan jenis produk atau jasa,konsumen selalu mempertimbangkan tentang produk atau jasa apa yang dibutuhkan, hal ini dikenal dengan perilaku konsumen.
Menurut Schiffman, Kanuk (2007) Perilaku konsumen (consumer behavior) adalah perilaku yang ditunjukan dalam mencari, membeli, menggunakan, menilai, dan menentukan produk, jasa, dan gagasan.
Strategi pemasaran terdiri atas unsur-unsur pemasaran yang terpadu yang selalu berkembang sejalan dengan gerak perusahaan dan perubahan-perubahan lingkungan pemasarannya serta perubahan perilaku konsumen. Hal ini disebabkan karena strategi pemasaran menyangkut dua kegiatan pemasaran yang pokok yaitu : pemilihan pasar-pasar yang akan dijadikan sasaran pemasaran dan merumuskan dan menyusun suatu kombinasi yang dapat tepat dari bauran pemasaran, agar kebutuhan para konsumen dapat dipenuhi secara memuaskan.
2.2 Model Perilaku Konsumen
Model perilaku konsumen yang dikemukakan Kotler (1997 : 10) menerangkan bahwa keputusan konsumen dalam pembelian selain dipengaruhi oleh karakteristik konsumen, dapat dipengaruhi oleh rangsangan perusahaan yang mencakup produk, harga, tempat dan promosi. Variabel-variabel diatas saling mempengaruhi proses keputusan pembelian sehingga menghasilkan keputusan pembelian yang didasarkan pada pilihan produk, pilihan merek, pilihan penyalur, waktu pembelian, jumlah pembelian.
2.3 Keputusan Pembelian
Dalam memahami perilaku konsumen, terdapat banyak pengaruh yang mendasari seseorang dalam mengambil keputusan pembelian suatu produk atau merek. Pada kebanyakan orang, perilaku pembelian konsumen seringkali diawali dan dipengaruhi oleh banyaknya rangsangan (stimuli) dari luar dirinya, baik berupa rangsangan pemasaran maupun rangsangan dari lingkungan yang lain. Rangsangan tersebut kemudian diproses (diolah) dalam diri, sesuai dengan karakteristik pribadinya, sebelum akhirnya diambil keputusan pembelian. Karakteristik pribadi konsumen yang dipergunakan untuk memproses rangsangan tersebut sangat komplek dan salah satunya adalah motivasi konsumen untuk membeli. Schiffman dan Kanuk (2007)
2.4 Hipotesis
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut diatas hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah :
X1 : Ho : Persepsi produk tidak berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli konsumen
Ha : Persepsi produk ada berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli konsumen
X2 : Ho : Persepsi model tidak berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli konsumen
Ha : Persepsi model berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli konsumen
X3 : Ho : Persepsi iklan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli konsumen
Ha : Persepsi iklan berpengaruh secara signifikan terhadap minat beli konsumen
2.5 Faktor – Faktor Yang Mempengruhi Perilaku Konsumen
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah sebagai berikut :
1. Faktor-Faktor Kebudayaan
a. Budaya
Budaya adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian besar adalah dipelajari.
b. Sub Budaya
Sub budaya mempunyai kelompok-kelompok sub budaya yang lebih kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk perilaku anggotanya. Ada empat macam sub budaya yaitu kelompok kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok ras dan wilayah geografis.
c. Kelas Sosial
Kelas sosial adalah kelompok dalam masyarakat, dimana setiap kelompok cenderung memiliki nilai, minat dan tingkah laku yang sama.
2. Faktor-Faktor Sosial
a. Kelompok Referensi
Kelompok referensi adalah kelompok-kelompok yang memberikan pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap dan perilaku seseorang.
b. Keluarga
Anggota keluarga dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli.
c. Peranan dan Status
Kedudukan seseorang dalam setiap kelompok dapat dijelaskan dalam pengertian peranan dan status. Setiap peranan membawa satu status yang mencerminkan penghargaan umum oleh masyarakatnya.
3. Faktor-Faktor Pribadi
a. Usia dan Tahap Daur Hidup
Pembelian seseorang terhadap barang dan jasa akan berubah-ubah selama hidupnya. Demikian halnya dengan selera seseorang berhubungan dengan usianya.
b. Pekerjaan
Dengan adanya kelompok-kelompok pekerjaan, perusahaan dapat memproduksi produk sesuai dengan kebutuhan kelompok pekerjaan tertentu.
c. Keadaan Ekonomi
Keadaan ekonomi seseorang dapat dilihat dari tingkat pendapatan yang dapat berpengaruh terhadap pilihan produk.
d. Gaya Hidup
Gaya hidup seseorang adalah pola hidup seseorang yang turut menentukan perilaku pembelian.
e. Kepribadian dan Konsep Diri
Kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang membedakan setiap orang sedangkan konsep diri lebih kearah citra diri.
4. Faktor-Faktor Psikologis
a. Motivasi
Motivasi adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat mendesak untuk pengarah seseorang agar dapat mencari pemuasan terhadap kebutuhan itu.
b. Persepsi
Seseorang yang termotivasi siap untuk melakukan suatu perbuatan. Bagaimana seseorang yang termotivasi berbuat sesuatu adalah dipengaruhi oleh persepsinya terhadap situasi yang dihadapinya.
c. Belajar
Belajar menggambarkan perubahan dalam perilaku seseorang individu yang bersumber dari pengalaman. Kebanyakan perilaku manusia diperoleh dengan mempelajarinya.
d. Kepercayaan dan Sikap
Melalui perbuatan dan belajar, orang memperoleh kepercayaan dan sikap selanjutnya mempengaruhi tingkah laku pembelian. Kotler (1997 : 153 – 161).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 100 orang responden mahasiswa, ternyata seluruh hasil uji validitas yang dilakukan pada sampel sebanyak 30 responden pernyataan yang dibuat oleh penulis adalah valid. Dan mempunyai tingkat reliabilitas yang cukup tinggi dengan angka 0.629 secara keseluruhan. Jadi seluruh indikator yang ada bisa dilanjutkan hingga responden yang terakhir.
Dilihat dari persamaan regresinya diperoleh Y = 2.232 – 0.029X1 + 0.349X2 + 0.516X3, dimana Nilai konstanta sebesar 2.232 berarti jika Persepsi Produk, Persepsi Model, Persepsi Iklan tidak mengalami perubahan maka Minat Beli adalah sebesar 2.232.
Nilai koefisien korelasi (R) antara variabel X1(Persepsi Produk), X2(Persepsi Model), X3(Persepsi Iklan) terhadap Y(Minat Beli) sebesar 0.701, berarti hubungan antara Persepsi Produk, Persepsi Model, Persepsi Iklan dengan Minat Beli adalah sebesar 70.10%.
Untuk melihat pengaruhnya maka dapat dilihat pada besarnya koefisien determinasi (R Square / R2) yaitu sebesar 0.491 atau sebesar 49.10%. Sehingga bisa disimpulkan bahwa variasi Persepsi Produk, Persepsi Model, Persepsi Iklan mempunyai pengaruh sebesar 49.10% terhadap tinggi atau rendahnya Minat Beli sedangkan variabel lain yang tidak diteliti dalam penulisan ilmiah ini mempunyai pengaruh sebesar 50.90% yang merupakan sisanya misalnya Kebijakan Pemerintah, Situasi Ekonomi, Iklim Perusahaan, dan sebagainya. Dari tabel diatas juga dapat diketahui nilai Adjusted R Square sebesar 0,475.
Sedangkan Standard Error of Estimate (SEE) adalah sebesar 1.58195. Ini berarti bahwa kemungkinan terjadinya kesalahan pada data yang digunakan adalah cukup kecil karena semakin kecil SEE maka data yang digunakan semakin valid.
3.2 Saran
Setelah mengevaluasi perilaku konsumen dalam pembelian produk esia penulis menyarankan agar produsen harus lebih meningkatkan faktor-faktor yang paling mempengaruhi konsumen untuk membeli produk esia agar dapat meningkatkan daya saing, laba, citra produsen produk esia itu sendiri seperti pemilihan media iklan dengan mempertimbangkan biaya. Produsen dapat menginovasi produk esia dengan fitur lengkap namun biaya tetap terjangkau.
DAFTAR PUSTAKA
Schiffman, Kanuk (2007) Perilaku konsumen (consumer behavior). Jakarta
Philip Kotler (1997 : 10). Strategi Pemasaran, Periklanan. Jakarta
Fabey (1997: 7). Komunikasi Pemasaran, Jakarta
(counter argument) Belch dan Belch (1995). Persepsi produk. Pemasaran, Jakarta
(Assael, 2001).Minat beli Konsumen, Jakarta
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Ilmiah yang berjudul “Pengaruh Persepsi Produk, Persepsi Model, Persepsi Iklan Terhadap Minat Beli Mahasiswa Pada Produk Esia”.
Penulisan karya ilmiah ini adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Softskill Bahasa Indeonesia di Universitas Gunadarma Fakultas Manajemen.
Dalam Penulisan Karya Ilmiah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Depok, April 2011
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar…………………………………………………………………………….i
Daftar Isi…………………………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………1-2
1.2 Tujuan Pembahasan………………………………………………………….2
1.3 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………………2
1.4 Kerangka Teori………………………………………………………………3
1.5 Sumber Data…………………………………………………………………3
1.6 Metode dan Teknik…………………………………………………………..3
1.7 Sistematika Penyajian………………………………………………………..4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Perilaku Konsumen………………………………………………………….5
2.2 Model Perilaku Konsumen………………………………………………….5
2.3 Keputusan Pembelian……………………………………………………….5
2.4 Hipotesis……………………………………………………………….……6
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi…………………………………………7-8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………9
3.2 Saran………………………………………………………………………..9
SUMBER : WWW.GOOGLE.COM